Kongkow Asik di Kedai Seni Djakarte Kota Tua
- VIVA.co.id/ Riska Herliafifah
VIVA.co.id - Di sudut Taman Fatahilah, kedai ini selalu ramai pengunjung. Letaknya bersebelahan dengan Bangi Kopi dan Kafe Historia. Dari kejauhan, tulisan Djakarte sangat mencuri perhatian. Tempat ini bernama Kedai Seni Djakarte.
Masuk ke dalam, jejeran meja dan bangku ‘jadul’ terisi penuh. Pelayan sibuk wara-wiri memenuhi pesanan pengunjung. Kondisi seperti ini menjadi langganan setiap memasuki musim liburan.
Arsitektur gaya kolonial gedung ini merupakan peninggalan dari era penjajahan Belanda. Setelah perang kemerdekaan, gedung-gedung di sekitarnya diambil alih oleh perseorangan. Salah satunya suami Susi Ratnawati, pemilik Kedai Seni Djakarte.
"Sekitar tahun 1963 gedung ini diambil alih oleh perseorangan, salah satunya suami saya," kata Susi saat ditemui VIVA.co.id beberapa waktu lalu.
Sebelum menjadi Kedai Seni Djakarte, pada 1983 gedung ini dijadikan kantor untuk gudang distribusi alkohol ke apotek-apotek. Setelah berlangsung cukup lama, pada awal 90-an sempat disewakan. Namun kondisinya semakin tidak terurus.
"Dulu ini hampir ambruk, atapnya habis. Tahun 2012 dapat teguran dari Pemda, kalau gedung ini enggak diurus mau diambil alih. Setelah itu kita mulai benerin," ujar Susi.
Ide membuat kedai dan galeri pun hadir setelah tahap renovasi selesai. Pada awalnya, galeri menjadi ide pertama karena suaminya adalah seorang seniman. Tapi karena melihat pasar, akhirnya menghidupkan terlebih dahulu sisi kedainya.
"Karena modalnya juga pas-pasan, jadi kita hidupin dulu kedainya. Makanya kita bikin namanya kedai seni, karena mau bikin kedai dan toko seni," ujar ibu tiga anak ini.
Renovasi tak selesai sampai di situ, di awal 2014 kembali dilakukan perbaikan karena ternyata saluran air rusak. Kemudian di tahun 2015, Kedai Seni Djakarte mendapat bantuan dari UNESCO.
"Kebetulan dari Kementerian Pariwisata untuk promosi kota tua mengenalkan kami pada UNESCO. kebetulan orang Unesconya orang Jepang yang suka banget sama gedung ini."
Pihak UNESCO memiliki dana untuk perbaikan gedung di kawasan kota tua, mereka renovasi seluruhnya. Setelah menjalani berbagai penilaian, terpilihlah Kedai Seni Djakarte dan Historia yang bersebelahan.
"Karena ternyata punya problem yang sama. tembok kita sama sama lembap. Ada lorong di tengah yang bikin air masuk dan lembap. UNESCO menutup dua gedung ini dan membenahi bagian itu," cerita Susi.
Kedai Seni Djakarte terdiri dari dua lantai yang suasananya cukup berbeda. Di lantai 1, pengunjung lebih diajak untuk kembali ke masa lalu. Mulai dari arsitektur, interior, dan berbagai frame-frame lukisan yang menggambarkan suasana kedai di masa lalu. Nuansanya lebih gelap, cocok untuk nongkrong berlama-lama bersama teman.
Naik ke lantai 2, pengunjung bisa melihat berbagai lukisan karya si empunya kedai yang juga seorang seniman. Di lantai 2, jendela-jendela besar membuat cahaya masuk ke ruangan. Dari atas, bisa melihat suasana kota tua yang berbeda.
Setelah menaiki anak tangga ke lantai dua, di sebelahnya terdapat tembok yang menjadi penghubung ke gedung sebelah, kantor asuransi Jasa Raharja. Ternyata di masa lalu, Kedai Seni Djakarte adalah garasi dari kantor asuransi tersebut.
Meski sudah melalui 3 kali renovasi, keaslian bangunan masih terjaga, sekitar 90 persen. Perubahan hanya terletak pada ubin di lantai satu, kamar mandi, dan railing tangga.
"Railing tangga ini diganti karena dulu terbuat dari kuningan dan hilang kemudian diganti dengan kayu. yang lain masih asli," jelas Susi.
Soal makanan, menu-menu di Kedai Seni Djakarte terbilang murah meriah untuk di kawasan kota tua. Cocok untuk kantong pelajar hingga pekerja.
Untuk minuman dimulai dari Rp15 ribu dan makanan mulai Rp22 ribu – Rp40 ribu.
Kedai Seni Djakarte
Taman Fatahilah, Jalan Pintu Besar no: 17., Jakarta.
Telepon:+62 21 71044132
Jam Buka: 9:00 – 22:00