Menristek Minta Temuan Alat Kanker Warsito Didampingi

Warsito Purwo Taruno, penemu ECVT. Alat pemindai otak berbentuk helm ini dianggap lebih baik dari CT Scan biasa.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id
- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Muhammad Nasir, bercerita mengenai kesannya usai bertemu penemu teknologi deteksi kanker, Warsito P. Taruno. Menurut dia, penemuan Warsito itu harus didukung oleh berbagai pihak terkait untuk pendampingan.


Pendampingan yang dimaksud tidak hanya terkait pengembangan penelitiannya lebih lanjut, melainkan juga izin. Nasir mengakui jika temuan Warsito patut dibanggakan oleh bangsa Indonesia.

 

“(Penemuan) ini adalah
the first in the world
,” ujar Nasir saat pemaparan di acara
workshop
dan temu bisnis dalam rangka sidang paripurna III Dewan Riset Nasional (DRN) 2015 pada Jumat, 11 Desember 2015 di Gedung BPPT, Jakarta Pusat.

 

Beberapa waktu lalu, Nasir mengaku, dia dan jajaran dari Kementerian Kesehatan telah mengunjungi klinik terapi tersebut. Nasir mengungkapkan, dia merasa kagum setelah mencoba alat pendeteksi kanker dini bernama
Electronic Capacity Tomography
(ECT). Alat tersebut, dikatakannya, mampu mendeteksi kerusakan sel penyebab kanker dalam hitungan detik.

 

Nasir membandingkan alat itu dengan teknologi Magnetic Resonance Arthrography (MRA) yang biasa ada di rumah sakit. Dikatakannya, alat itu membutuhkan waktu hingga 45 menit untuk memindai, ditambah menghabiskan waktu hingga dua jam untuk hasilnya.

 
“Saya dengan alat itu melihat, menit, detik ukurannya. Jadi, kira-kira satu menit saya perlukan mulai dari duduk, setelah itu alat dipasang, lepas, langsung ditayangkan (hasilnya) di komputer dari berbagai posisi. Wah , itu luar biasa. Oleh karena itu (penelitian Warsito) perlu pendampingan,” tutur Nasir.
 

Nasir mengakui jika negara di dunia pun berguru pada Warsito untuk belajar cara membuat teknologi pendeteksi kanker dini itu. Di antaranya seperti Jerman, Jepang, dan Amerika.

 

“Ini kemajuan yang luar biasa. Bagaimana,
kok
bisa yang menemukan orang Indonesia. Ternyata Indonesia punya kemampuan pendeteksian itu,” ungkap Nasir.

 

Lalu, mengenai pendeteksian yang langsung terhubung dari otak ke komputer, Nasir menyatakan bahwa hal itu bisa dikembangkan lebih lagi. Salah satunya ketika suatu saat nanti ada teknologi yang bisa menghubungkan otak manusia dengan internet, hingga otak bisa berkomunikasi dengan orang-orang di luar negeri.

 

“Kemudian, juga ada riset yang baik (riset Warsito), yaitu brain. Otak kita bisa dikoneksikan dengan komputer. Kalau bisa dikoneksikan dengan komputer, dengan internet, kita bisa komunikasi antarotak yang ada di Indonesia dengan luar negeri karena basisnya adalah elektronik,” ujar Nasir.

 

Sementara itu, terkait alat terapi yang juga diciptakan oleh Warsito, yaitu
Electronic Capacity Cancer Therapy
(ECCT), pun harus dilakukan pendampingan secara terus-menerus. Nasir mengakui bahwa ECCT yang dikembangkan Warsito lebih canggih dari ECCT yang juga kini tengah dijajaki oleh Israel.

 

Nah
, ini yang harus kita dampingi terus supaya bisa digunakan industri,” ujar Nasir.