Hidayat Nur Wahid: MEA Berlaku, Narkoba Semakin Mengancam
VIVA.co.id – Pada awal 2016, Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berlaku. Indonesia semakin terbuka dan dengan jumlah penduduk terbesar menjadi pasar negara-negara lainnya. Tidak terkecuali menjadi sasaran peredaran narkoba.
Demikian dikatakan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dalam simposium bersama tokoh nasional yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) dalam rangka Diponegoro School of Nation 2015 di Gedung Prof Sudarto Undip, Semarang, Selasa 8 Desember 2015.
Selain Hidayat Nur Wahid, turut berbicara dalam simposium yang dibuka Rektor Undip Prod Dr H. Yos Johan Utama adalah Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, Pangdam IV Diponegoro yang diwakili Kapendam Kol. Zainal Bahar, Gubernur Jateng yang diwakili Kasi Kurkulum Hari Wulyanto.
Hidayat menggambarkan di Asia Tenggara terdapat segitiga emas penghasil opium segitiga emas di perbatasan Thailand itu merupakan ladang ganja terluas di dunia. "Dari ladang itu setiap tahun menghasilkan US$160 miliar. Indonesia adalah salah satu tujuan dari peredaran narkoba," katanya.
Menurut Hidayat, gambaran seperti itu sebelum MEA diberlakukan. "Bagaimana bila MEA diberlakukan? Kawasan ASEAN menjadi pasar bebas. Dengan jumlah penduduk terbesar, Indonesia menjadi pasar, termasuk target dari peredaran narkoba," ujarnya.
Hidayat mengungkapkan saat ini sebanyak 3,6 juta penduduk Indonesia menjadi korban narkoba. Sebagian besar korban adalah pemuda dan kalangan mahasiswa. "Sebesar 25 persen penduduk Indonesia adalah kelompok usia muda. Merekalah yang menjadi sasaran penyebaran narkoba," kata politisi PKS itu.
Di depan simposium yang diikuti ratusan mahasiswa Undip, Hidayat mengkhawatirkan terjadinya lost generation akibat narkoba. "Indonesia terancam lost generation. Gambaran tadi sebelum MEA berlaku. Saat ini segitiga emas itu masih ada, produksi narkoba masih ada. Mahasiswa menjadi target," katanya.
Hidayat juga mengkhawatirkan dalam era MEA Indonesia hanya menjadi penonton. "Banyak produk asing membanjiri Indonesia karena lebih kompetitif, berkualitas dengan harga murah. Begitu juga dengan tenaga kerja asing yang lebih kompetitif. Indonesia menjadi pasar," katanya.
Bahkan, Hidayat mengungkapkan banyak warga Thailand mempelajari bahasa Indonesia untuk menghadapi MEA. "Mengapa kita tidak mempelajari bahasa negara-negara lain di Asia Tenggara. Supaya kita tidak terjebak pada neo kolonialisme sebaliknya membuat Indonesia lebih unggul. Ini menjadi ranah eksekutif pemerintah," ucapnya.