RI Belajar Teknologi Simulator Pesawat Tempur dari Swedia

Simulator F-16 Hadir di Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan perusahaan pertahanan dan keamanan milik Swedia, Saab, pada Agustus 2015, telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai teknologi pertahanan.
 
Sebagai tindak lanjut kerja sama tersebut, 7-8 Desember 2015, Saab dan BPPT mengadakan lokakarya untuk membahas teknologi simulasi Gripen dan penanganan geodata untuk pesawat tempur, yang dimiliki oleh Swedia.
 
Head of Saab Indonesia, Peter Carlqvist, menyatakan, lokakarya Saab akan menjelaskan mengenai teknologi simulasi yang canggih, yang dilengkapi dengan tradisi pembuatan pesawat tempur dan pesawat lainnya. Saab dikenal telah memiliki pengalaman simulator untuk pesawat tempur multiperan generasi terbarunya yaitu Gripen.

Lokakarya itu akan dihadiri oleh PT Dirgantara Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB) prodi Teknik Penerbangan, PT T&E Simulation, dan Badan Informasi Geospatial.
 
“Lokakarya ini adalah kesempatan baik untuk Saab. Tidak hanya untuk mempresentasikan kapabilitas dan pengalamannya dalam pembuatan simulator, tetapi juga untuk berdialog dengan para akademisi, industri, dan pemerintah Indonesia dalam konteks triple helix tentang keadaan dan masa depan teknologi simulasi dan penerapannya di Indonesia,” ujar Peter dalam pemaparan konferensi pers, di Gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin, 7 Desember 2015.
 
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Erzi Agson Gani, menyebutkan, untuk pembuatan pesawat, Indonesia sudah bisa mandiri. Namun, secara teknologi simulasi dan geodata handling, kata dia, Indonesia belum bisa.
 
“Yang jadi masalah, alutsista untuk pertempuran tidak bisa hanya membuat dan menguasai platformnya, harus ada simulasi tempur yang bisa combat management system, butuh simulasi dan geodata handling,” ujar Erzi.
 
Maka, dengan kekosongan itu, disebutnya Indonesia harus mengisi agar bisa mandiri dan perlahan belajar dari Swedia.
 
Selain itu, Erzi menambahkan, sebagai tindak lanjut kerja sama, BPPT sebagai badan pengkajian, maka pada waktu mendatang para peneliti pun akan difasilitasi untuk mempelajari kecanggihan teknologi Swedia langsung di Eropa.

“Ada tukar pengetahuan, peneliti ke sana, ini kami bicarakan lebih lanjut,” kata Erzi.
 
Sementara itu, target untuk menguasai ilmu tersebut dan Indonesia bisa secara mandiri nanti pada 2029.
 
“Target 2029 menguasai, bukan jalan yang mudah untuk menguasai. Kita butuh mitra, untuk transfer teknologi, dan lain-lain,” ucapnya
 
Mengenai rencana lanjut jika Indonesia membeli pesawat tempur Gripen milik Swedia, Erzi mengatakan, itu kembali lagi kepada pemerintah Indonesia. Dia mengakui, untuk secara mandiri, prosesnya memang Indonesia mencoba dan kemudian lambat laun, mencoba untuk membuatnya. (art)