Ini Hambatan Jokowi Kurangi Emisi Karbon Hingga 29 Persen
- REUTERS/Christian Hartmann
VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon hingga 29 persen sampai 2030. Transisi tersebut disampaikan Presiden Jokowi dalam pertemuan Konferensi Perubahan Iklim 2015 atau disebut juga Conferences of Parties (COP) ke-21, atau COP21, di Paris. Konferensi ini melibatkan lebih dari 140 negara.
Hal itu pun disambut baik oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan optimis Indonesia bisa mencapainya.
Deputi Kepala Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) BPPT, Hammam Riza, menyatakan komitmen itu bisa dicapai. Tentunya dimulai dari keberpihakan pemerintah yang telah membuat UU terkait energi terbarukan.
“Kita lihat kan, keberpihakan dari pemerintah untuk menjalankan pembangunan pembangkit menggunakan reneweble energy. Nah, UU sudah ada, seperti UU Panas Bumi, ini salah satu keberpihakan pemerintah untuk bisa mendorong energi baru terbarukan,” ujar Hammam kepada VIVA.co.id di Gedung BPPT, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Desember 2015.
Namun, dijelaskan Hammam, menuju penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mengurangi emisi karbon, masih terbentur dengan ketergantungan Indonesia yang masih menggunakan energi yang mengeluarkan karbon. Kemudian disusul rencana pemerintah membangun tenaga listrik 35 ribu MW.
Meski begitu, Hammam mengatakan, proyek pembangunan tenaga listrik 35 ribu MW tak menjadi kendala besar. Indonesia dianggap kaya dengan energi bumi, yang bila digunakan, tak akan mengeluarkan emisi karbon.
“Selain membangun tetap, rencana pembangunan kita 35 megawatt itu, tetap harus kita tempuh. Harus kita capai. Bagaimana mencapainya? perbesarlah bauran dari renewable energy, apakah itu solar, wind, atau geothermal,” ungkap Hammam.
BPPT telah merilis bahwa Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar hampir 29 GW.
“Yang menang potensi tebesar adalah panas bumi, sama kalau kita melihat sumber energi konvensional, kita punya batu bara paling besar, kalau energi baru terbaharukan, kita punya geotermal. Bagaimana kita baur ini supaya tanpa meningkatkan emisi CO2 yang terlalu besar,” tambahnya.