Desa Bisu di Bali Jadi Sorotan Media Asing

Desa Bengkala
Sumber :
  • Oditty Central
VIVA.co.id
- Di Bali terdapat sebuah desa, di mana hampir mayoritas penduduknya bisa berkomunikasi dengan kata kolok. Kata kolok adalah bahasa isyarat dari beberapa abad yang lalu yang digunakan di Bengkala.


Mungkin terlihat aneh, melihat begitu banyak orang yang bisa menggunakan bahasa isyarat. Namun ada alasan positif di balik tradisi unik tersebut, seperti dilansir laman
Oddity Central.

Hal ini karena jumlah orang dengan gangguan bicara dan mendengar di daerah Bengkala 15 kali lebih tinggi daripada rata-rata dunia, dan dipercaya jumlah tersebut jauh lebih besar di masa lampau.


Tingginya jumlah penderita tuli di daerah Bengkala dikarenakan gen resesif geografis DFNB3 yang telah ada selama tujuh generasi. Orangtua dengan pendengaran normal bisa saja memiliki anak tuli, dan orangtua tuli mungkin saja memiliki anak dengan pendengaran normal.


Sebagian warga desa tidak melihat gangguan pendengaran tersebut sebagai hal yang tidak normal, justru menganggap  keadaan tersebut sebagai hadiah dari Dewa Kolok, Dewa Tuli.


Dewa Kolok dipercaya ada di pemakaman lokal dan mengawasi juga melindungi orang-orang. Selain kepercayaan tersebut, juga ada legenda lokal yang mengatakan bahwa keadaan tuli yang menimpa warga desa Bengkala tersebut merupakan kutukan.


Saat ini, ada sekitar 42 kolok (warga desa yang tuli dan bisu) komunitas yang diketuai oleh Nyoman Santiya. Bukannya terpinggirkan, mereka dikenal memiliki fisik yang lebih kuat, lentur, lebih setia dan jujur. Mereka juga direkrut menjadi hansip dan pecalang.


Menurut I Made Cincin, pegawai desa, penjaga kolok biasanya lebih disiplin dan efisien dibandingkan dengan penjaga lain. "Jika kami minta mereka untuk datang jam 7, mereka biasanya datang lebih cepat." Bahkan dalam keadaan terburuk, kolok biasanya lebih sabar dan ramah.

Orang di Bengkala memastikan untuk mengajarkan kata kolok pada anak-anak mereka sebagai bahasa kedua atau ketiga, sehingga tradisi yang ada tidak akan pernah mati.