Tantangan Bank Indonesia ke Depan Tidak Mudah

M Misbakhun dan Aviliani
Sumber :
  • VIVAnews/ Anggi Kusumadewi

VIVA.co.id – Bank Indonesia (BI) ke depan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah, dengan situasi perekonomian global yang masih dihantui oleh ketidakpastian.

Dalam konteks itu, BI harus bisa menjadi bank sentral yang bisa menjalin kerjasama yang baik dengan pemerintah sehingga kebijakan moneter yang menjadi tanggungjawab BI bisa sejalan dengan kebijakan ekonomi yang disusun oleh pemerintah guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

Pandangan ini dikemukakan Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhammad Misbakhun menanggapi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015 di Assembly Hall JCC, Senayan, Selasa 24 November 2015.

Misbakhun berpandangan, permasalahan pemahaman yang sempit dalam memaknai pengertian independensi bank sentral yang ada dalam Undang-Undang Bank Indonesia tidak boleh terus berjalan sehingga menempatkan institusi BI seperti sebuah negara di dalam negara.

“Bank Indonesia harus menyadari bahwa Bank Indonesia tidak berada di ruang hampa, sehingga tidak perlu memperhatikan pola hubungan dengan lembaga terkait lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, fokus kerja BI ke depan harus makin kuat dalam menjalankan tugas utamanya, yaitu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga stabilitas inflasi. Dia menegaskan BI perlu segera melakukan kaji ulang atas prosedur kerja dan tata kelola mereka dalam mengelola cadangan devisa dalam menjaga stabilitas nilai rupiah. Pasalnya, cadangan devisa negara yang tinggal US$100,2 milyar dan rupiah masih dalam kisaran 13.700 pada saat ini membuat kredibiltas BI dalam menjalankan tugas menjaga stabilitas nilai rupiah diragukan oleh banyak pihak.

“Operasi moneter yang tidak transparan dan banyak terjadi benturan kepentingan dan moral hazard perlu diuji dengan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” terang politisi Golkar ini.

Selain itu, Misbakhun juga mengritik tata kelola dan proses bisnis di BI yang perlu banyak pembenahan.

“Jangan sampai praktek yang selama ini berjalan dimana banyak kegiatan pekerjaan yang melibatkan pihak swasta dikerjakan sendiri oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Yayasan Pegawai Bank Indonesia. Praktek tidak sehat tersebut seharusnya tidak boleh terjadi lagi di Bank Indonesia,” ujarnya.