Permasalahan Pajak jadi Kendala Investasi di Indonesia
Jumat, 20 November 2015 - 16:09 WIB
Sumber :
VIVA.co.id
- Permasalahan seputar pajak yang dialami Usaha Kecil dan Menengah Domestik, membuat UKM tidak dapat berkembang. Bahkan, investor asing pun mengeluhkan soal pajak. Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah saat ini sedang menyusun regulasi mengenai upaya pengembangan UKM, termasuk bagaimana UKM dapat menghadapi kendala perpajakan.
“Bukan hanya investor asing, tetapi praktisi UKM domestik juga mengeluhkan soal pajak,” kata Anggota BKSAP DPR RI Melani Leimena Suharli, saat pertemuan antara Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Thailand, di Bangkok, Thailand, Kamis 19 November 2015. Kunjungan BKSAP ini juga dalam rangka untuk menindaklanjuti resolusi AIPA dalam rangka MEA.
Melani menambahkan, permasalahan iklan dan perijinan juga menjadi kendala bagi pengusaha Thailand. Pasalnya, setiap pemasangan iklan masih dikenakan pajak. Selain itu, dibutuhkan waktu yang sangat lama, hamper satu tahun untuk mendapatkan sertifikat dari BPOM. Persoalan yang sama juga dihadapi oleh pengusaha lokal.
“Hal ini menjadi PR (pekerjaanrumah, RED) bagi DPR dalam menyusun kebijakan,” kata politisi F-Demokrat itu, sembari mempertanyakan mengenai insentif yang diberikan Pemerintah Thailand kepada sektor UKM di Thailand.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan kekhawatiran mengenai produk Indonesia yang sebelumnya diekspor, namun diimpor kembali ke dalam negeri setelah diberi label asing.
“Hal itulah yang harus kami hindari, sehingga inspeksi terhadap produk impor perlu dilakukan. Terlebih lagi, kita akan menghadapi MEA, segala sesuatunya harus lebih transparan,” imbuh politisi asal dapil Jakarta itu.
Terkait ekspor impor produk gula, Melani menyampaikan bahwa DPR akan segera menyusun regulasinya. Ia juga mendorong adanya kerjasama antara kedua Negara dalam bidang digital, terutama pembuatan animasi.
“Akan lebih baik apabila Badan Ekonomi Kreatif Indonesia dapat bekerjasama dengan lembaga kreatif di Thailand,” tambahnya.
Anggota BKSAP DPR sekaligus Anggota Komisi IX DPR, Siti Masrifah (F-PKB) menambahkan, bahwa pada prinsipnya segala jenis kosmetik yang mengandung bahan berbahaya tidak dapat dipasarkan di Indonesia.
“Apabila ada keluhan dari negara asing mengenai perizinan yang memakan waktu lama, Komisi IX akan menyampaikan hal tersebut kepada BPOM. Apalagi, UU perdagangan juga belum lama disahkan sehingga masih ada kemungkinan untuk diamandemen,” kata politisi asal dapil Banten itu.
Menanggapi pertanyaan dari delegasi BKSAP DPR, Wakil Ketua KADIN Thailand, Phairush Burapachaisri menyatakan, sebagai bentuk dukungan bagi sektor UKM, pihaknya tidak mengenakan iuran pada pelaku UKM untuk bergabung dengan KADIN. Saat ini ada sekitar 82 ribu unit UKM yang terdaftar di KADIN Thailand. Bahkan di Thailand, lanjut Phairush, pengusaha besar membantu usaha kecil.
“Pentingnya kemudahan-kemudahan bagi para pelaku usaha (ease of doing business) termasuk UKM. Dan perlunya kerjasama yang lebih erat antara sektor UKM di kedua negara,”harapnya.
Baca Juga :
“Sulit untuk memenuhi peraturan itu. Pajak impor beberapa bulan lalu juga meningkat, sehingga harga produk retail juga harus meningkat. Banyak orang Indonesia belanja di Singapura, mengapa tidak menjadikan harga jual produk di Indonesia lebih murah,”ujarnya, seolah bertanya.
Sementara mengenai industri ikreatif, promosi industri kreatif Thailand di luar negeri sudah berkembang sejak 10 tahun yang lalu. Departemen Perdagangan Thailand membantu pengusaha local untuk memasarkan produknya di luar negeri. Setiap bulan Mei, Thailand mengadakan food fair, yang 80 persen diantaranya merupakan produk halal. Thai Food Fair berikutnya akan diselenggarakan pada 25-29 Mei 2016. Ada sekitar 4.000 peserta dalam eksibisi tersebut dan sebagian diantaranya berasal dari Indonesia. (www.dpr.go.id)