Ini Solusi Pengolahan Sampah Akhir dari LIPI

Anto Tri Sugiarto, peneliti LIPI
Sumber :
  • Viva.co.id/Mitra Angelia
VIVA.co.id
- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan insinerator untuk mengatasi persoalan sampah kota.‎ Teknologi tersebut merupakan generasi terbaru dengan memanfaatkan unit plasma.


Sampai saat ini pembakaran sampah sering menimbulkan pencemaran lingkungan karena adanya dioksin. Plasma pun dianggap bisa dimanfaatkan untuk mengatasi asap dari hasil pembakaran sampah yang menghasilkan dioksin.


Sedangkan insinerator, yang merupakan salah satu inovasi yang dikembangkan LIPI, merupakan teknologi pengelohan sampah yang melibatkan pembakaran organik.


"‎Insinerator itu sering didefinisikan sebagai pengolahan thermal. Teknologi ini akan mengubah sampah menjadi abu, gas sisa pembakaran, partikulat dan panas. Bahkan hasil dari pembakaran ini berupa panas, bisa dimanfaatkan sebagai energi listrik," ujar Peneliti Unit Pelaksana Teknis (UPT), Balai Pengembangan Instrumentasi (BPI) LIPI, Anto Tri Sugiarto di Gedung LIPI, Jakarta, Jumat, 20 November 2015.


Insinerator ini, kata dia, ada dua kategori, yakni yang kecil dan besar. Untuk yang kecil, teknologi tersebut mampu membakar sampah di bawah lima ton per hari. Sedangkan Insinerator besar mampu membakar sampah hingga 500 ton dalam satu hari.


"Untuk insinerator besar itu bisa menghasilkan listrik. Dari 500 ton sampah yang dibakar bisa menghasilkan listrik hingga 10 megawatt," jelasnya.


Energi listrik itu hasil dari panas yang ditimbulkan dari pembakaran sampah. Kemudian dioksin yang muncul dari pembakaran, lalu dibersihkan oleh plasma sehingga saat menjadi gas buang, tidak mencemarkan lingkungan sekitar.


"Unit plasma adalah sebuah alat yang menggunakan metode plasma non-thermal, yang menguraikan gas buang yang beracun menjadi tidak beracun. Metode plasma sendiri adalah teknologi yang menggunakan proses tumbukan elektron yang dapat mengionisasi dan menguraikan gas beracun seperti NOx, SOx, dioxin dan furan menjadi gas yang aman dan dapat dilepas ke lingkungan," papar Anto.


Disampaikan Anto, insinerator generasi terbaru LIPI ini menjadi solusi teknologi untuk melengkapi pengolahan akhir dari sampah. Diharapkan pula hasil penelitian lembaga pemerintah nonkementerian ini dapat terus dikembangkan dan dimanfaatkan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat.


"Untuk biaya pembuatan insinerator kecil itu kisaran Rp500 jutaan. Sementara untuk kategori besarnya itu bisa mencapai miliaran rupiah. Insinerator skala kecil dapat di tempatkan pada depo sampah kelurahan dan kecamatan, sedangkan skala besar ditempatkan pada tempat pembuangan sampah terpadu (TPST)," papar Anto.


Selama ini, menurut Anto, berbagai cara pengelolaan sampah telah dilakukan. Mulai dari pemilahan, distribusi, composting, recycling hingga pengolahan terpadu menjadi energi. Namun pada kenyataannya tetap saja menjadi permasalahan serius dan harus segera dicarikan solusi penanganannya.


Dengan inovasinya ini, LIPI mengaku kalau teknologi tersebut menjadi solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan sampah di Indonesia, terutama kota yang tiap harinya menghasilkan sampah dalam jumlah besar.