Impor Beras Buktikan Pemerintah Gagal Serap Beras Petani
VIVA.co.id - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memandang kebijakan impor beras yang baru saja dilakukan oleh pemerintah bukti kegagalan Badan Urusan Logitisk (Bulog) dalam menyerap produksi beras nasional. Jika mekanisme kinerja ini terus berlanjut, sebesar apapun produksi beras nasional maka pada akhirnya hanya akan membebani petani dan menguntungkan tengkulak.
“Faktor eksternal seperti El-nino, kekeringan, besarnya alokasi beras ke bencana alam, dan operasi pasar seakan menjadi rasionalisasi efektif terkait kebijakan importasi beras yang dilakukan pemerintah. Padahal sejatinya, ini merupakan karena lemahnya faktor internal yaitu kegagalan Bulog dalam menyerap produksi petani sehingga menyebabkan cadangan beras nasional menipis, jalan paling singkat tentu saja dengan melegalisasi impor,” disampaikan oleh Anggota Komisi Pangan DPR RI Rofi Munawar dalam keterangan pers, Senin, 16 November 2015.
Setelah bantahan dari berbagai pejabat soal impor beras, akhirnya pemerintah benar-benar memasukkan beras impor ke Indonesia. Beras asal Vietnam itu bahkan sudah mulai masuk ke Jakarta dan daerah-daerah lainnya. Pada hari Rabu 4 November 2015, sebanyak 4.800 ton beras asal Vietnam tiba di Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Kemudian Minggu 8 November 2015, Bulog Merauke berencana mendatangkan beras impor dari Vietnam karena persediaan menipis akibat petani yang tidak mampu memenuhi kebutuhan.
Pemerintah dengan kebijakan impor beras seakan-akan sedang menyalahkan petani Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan beras nasional, padahal kelemahan tersebut diakibatkan dari rendahnya serapan dan lemahnya redistribusi beras lokal oleh perum Bulog. Selain itu manajemen produksi dan stok beras nasional juga lemah, seharusnya daerah yang surplus beras kelebihan produksinya didistribusikan ke daerah yang kurang. Kebijakan impor ini menunjukan pemerintah malas untuk menghimpun, menseleksi dan mendistribusi beras nasional, karena lebih mudah dan murah melakukan impor beras dari Vietnam.
“Jika pemerintah mau berpikir jernih dan berpihak kepada petani, sebenarnya mereka pasti memiliki peta sentra produksi beras nasional dan bagaimana produksinya. Dari situ dipetakan bagaimana kondisi kebutuhan di daerah tersebut, sekiranya berlebih segera lakuan redistribusi kepada daerah yang gagal panen atau kurang baik hasilnya. Usaha jangka pendek itu bisa dilakukan, sembari dalam jangka panjang mengembalikan pola konsumsi dengan program diversifikasi pangan nasional,” kata Rofi.
Prediksi el-nino sudah diketahui jauh-jauh hari, pun demikian dengan potensi kekeringan. Seharusnya ada alternative solusi yang sudah disiapkan oleh pemerintah untuk menjaga produksi beras nasional. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain peningkatan produktivitas padi sawah dan padi gogo, peningkatan intensitas tanam, baik pada sawah irigasi maupun tadah hujan, peningkatan pemanfaatan lahan yang tidak produktif, peremajaan sumber daya pertanian (petani dll) dan penanganan pascapanen secara tepat guna menekan kehilangan hasil serta meningkatkan rendemen beras.
“Untuk itu diperlukan peningkatan koordinasi dan interaksi dari para pemangku kepentingan mulai dari tingkat pusat sampai kecamatan, utamanya antara lembaga teknis, litbang, dan penyuluhan pertanian dalam mendukung penerapan teknologi maju” ujar Rofi.