Sampah Jadi Sumber Listrik, Bagaimana Caranya?
Senin, 16 November 2015 - 10:32 WIB
Sumber :
- Antara/ Wahyu Putro A
VIVA.co.id - Seperti kebanyakan orang, perempuan ini rutin buang sampah ke bak di depan rumahnya. Tapi, sampah di rumah wanita ini terbilang sedikit dibanding para tetangganya.
Ternyata sampah yang dikedepankan dan diharap akan diambil oleh petugas kebersihan hanyalah sampah organik. Dia telah lebih dulu memisahkan sampah-sampah sesuai dengan jenisnya.
Misalnya kertas, kardus atau buku-buku ia berikan kepada pemulung, berikut juga plastik, termasuk gelas plastik bekas air mineral, kantong kresek, botol minum dan lainnya.
“Sekalian beramal ke pemulung. Kadang kalau ada barang-barang bekas, ya saya kasihkan juga tapi itu jarang,” kata Sadiah, ibu tujuh anak yang tinggal di Cipinang.
Banyak warga seperti Sadiah yang tidak tahu bagaimana cara mendaur ulang atau pun mengkompos sampah. Oleh karena itu, memilah dan memberikannya kepada pemulung dianggap sebagai langkah yang lebih efisien.
Atas nama beramal ke pemulung, tanpa disadari, Sadiah secara tidak langsung sudah melakukan salah satu upaya zero waste, menciptakan sedikit mungkin sampah (bahkan jika memungkinkan sampai tak ada sampah sama sekali) untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir melalui pemilahan sampah di rumah.
Sebuah studi yang dikeluarkan Bank Dunia memperkirakan biaya pengelolaan sampah di seluruh muka bumi dalam kurun waktu 13 tahun mendatang bakal meningkat dari US$205 miliar (Rp1.845 triliun) pada tahun 2012 menjadi US$376 miliar (Rp3.375 triliun) pada 2025.
Dalam laporan berjudul "What a Waste: A Global Review of Solid Waste Management," total sampah yang dihasilkan di seluruh dunia pada 2012 mencapai sekitar 1,3 miliar ton per tahun. Bahkan pada 2025 mendatang, volume sampah dunia diprediksi bisa mencapai hampir dua kali lipat atau sebanyak 2,2 miliar ton.
“Sebuah kota yang tak bisa mengelola sampah dengan baik biasanya menunjukkan ketidaksanggupan dalam mengelola pelayanan masyarakat lain, yang jauh lebih kompleks, seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
Di Eropa, Swedia merupakan negara yang patut dicontoh dalam menerapkan zero waste. Agak sulit mencari kota di Swedia yang masih menghasilkan sampah.
Menurut laman Fastco Exist, semua kota di Swedia sudah hampir mencapai zero waste. Bahkan saking tidak adanya sampah, negara ini harus mengimpor sampah dari negara lain.
Pengelolaan sampah di negara ini telah berlangsung sejak tahun 1970. Tidak heran jika saat ini generasi muda mereka tidak lagi harus kisruh dengan pengelolaan sampah.
Selengkapnya baca:
Baca Juga :
Ternyata sampah yang dikedepankan dan diharap akan diambil oleh petugas kebersihan hanyalah sampah organik. Dia telah lebih dulu memisahkan sampah-sampah sesuai dengan jenisnya.
Misalnya kertas, kardus atau buku-buku ia berikan kepada pemulung, berikut juga plastik, termasuk gelas plastik bekas air mineral, kantong kresek, botol minum dan lainnya.
“Sekalian beramal ke pemulung. Kadang kalau ada barang-barang bekas, ya saya kasihkan juga tapi itu jarang,” kata Sadiah, ibu tujuh anak yang tinggal di Cipinang.
Banyak warga seperti Sadiah yang tidak tahu bagaimana cara mendaur ulang atau pun mengkompos sampah. Oleh karena itu, memilah dan memberikannya kepada pemulung dianggap sebagai langkah yang lebih efisien.
Atas nama beramal ke pemulung, tanpa disadari, Sadiah secara tidak langsung sudah melakukan salah satu upaya zero waste, menciptakan sedikit mungkin sampah (bahkan jika memungkinkan sampai tak ada sampah sama sekali) untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir melalui pemilahan sampah di rumah.
Sebuah studi yang dikeluarkan Bank Dunia memperkirakan biaya pengelolaan sampah di seluruh muka bumi dalam kurun waktu 13 tahun mendatang bakal meningkat dari US$205 miliar (Rp1.845 triliun) pada tahun 2012 menjadi US$376 miliar (Rp3.375 triliun) pada 2025.
Dalam laporan berjudul "What a Waste: A Global Review of Solid Waste Management," total sampah yang dihasilkan di seluruh dunia pada 2012 mencapai sekitar 1,3 miliar ton per tahun. Bahkan pada 2025 mendatang, volume sampah dunia diprediksi bisa mencapai hampir dua kali lipat atau sebanyak 2,2 miliar ton.
“Sebuah kota yang tak bisa mengelola sampah dengan baik biasanya menunjukkan ketidaksanggupan dalam mengelola pelayanan masyarakat lain, yang jauh lebih kompleks, seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
Di Eropa, Swedia merupakan negara yang patut dicontoh dalam menerapkan zero waste. Agak sulit mencari kota di Swedia yang masih menghasilkan sampah.
Menurut laman Fastco Exist, semua kota di Swedia sudah hampir mencapai zero waste. Bahkan saking tidak adanya sampah, negara ini harus mengimpor sampah dari negara lain.
Pengelolaan sampah di negara ini telah berlangsung sejak tahun 1970. Tidak heran jika saat ini generasi muda mereka tidak lagi harus kisruh dengan pengelolaan sampah.
Selengkapnya baca: