Wakil Ketua Baleg Tanggapi Sikap Masyarakat Belanda

Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto
VIVA.co.id
- Wakil Ketua Baleg DPR RI Firman Soebagyo menanggapi soal sikap masyarakat Belanda membuka kasus hukum yang melakukan aksi Pengadilan Rakyat International atau International People’s Tribunal, menyidangkan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) peritiwa 1965‎.


“Jangan membangunkan macan tidur, pemerintah Kerajaan Belanda harus mampu mengendalikan aksi dan tindakan sekelompok masyarakatnya. ‎Hal tersebut merupakan aktivitas yang mengada-ada dan akan merugikan hubungan baik kedua negara yang sudah dibangun sekian lama,” kata Firman saat dihubungi, Jumat 13 November 2015.


Begitu juga, lanjut Firman, hal ini dapat menimbulkan kesakithatian dan menumbuhkan luka lama bangsa Indonesia yang telah dijajah oleh Belanda dengan perampasan, pemerasan kepada bangsa Indonesia selama 3,5 abad. Ia melanjutkan,  pemerintah kerajaan Belanda harus menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang sudah merdeka dan berdaulat bukan lagi di bawah jajahannya.


“Kalau kita bicara dalam konteks pelanggaran HAM selama 3,5 abad, berapa jumlah pelanggaran HAM yang dilakukan bangsa Belanda kepada rakyat Indonesia, berapa rakyat yang telah dibunuh, disuruh kerja paksa, ditindas harus menyerahkan upeti kepada pemerintah penjajah Belanda saat itu dan itu jauh lebih besar nilai ekonomi, politik dan kemanusiaannya,” ungkapnya.


Oleh karenanya, Firman menegaskan, biarlah persoalan bangsa Indonesia diselesaikan melalui mekanisme, ketentuan dan aturan hukum serta keputusan politik bangsa Indonesia itu sendiri. Indonesia negara yang berdaulat. Ia meminta agar pemerintah atau warga Belanda jangan menginjak-injak kedaulatan NKRI, itu akan membangkitkan rasa kebencian bangsa Indonesia kepada pemerintah dan rakyat Kerajaan Belanda itu sendiri. Walaupun sudah 3,5 abad lamanya, rasa sakit hati, kebencian kepada jaman penjajahan Belanda masih belum hilang terutama para pahlawan dan korban akibat penindasan yang dilakukan pada saat penjajahan.


“Oleh karena itu, pemerintah Kerajaan Belanda harus berfikir ulang dan intropeksi diri terhadap dosa-dosa dan kesalahan masa lalu yang dilakukan terhadap bangsa Indonesia dan itu semua adalah pelanggaran HAM berat dan kenapa mereka diam?” ujar Politikus Golkar itu heran.

Firman juga meminta kepada kaum aktivis penggiat HAM Indonesia hendaknya menyadari, sebagai bangsa harus turut serta bertanggung jawab menegakan kedaulatan bangsa terutama di mata negara-negara asing. Jangan sebaliknya, kedaulatan bangsa digadai  kepada negara-negara yang pernah menjajah bangsa Indonesia.

“Tanamkan jiwa patriotisme dan tanamkan merah putih di dadamu masing-masing, jangan semua persoalan bangsa yang sudah berdaulat ini dibawa-bawa ke luar apalagi menuntut keadilan di sana. Indonesia sudah punya sistem hukum, berdaulat dan merdeka. Tidak perlu campur tangan asing menyelesaikan persoalan bangsa,” tambahnya.
Ditegaskannya, kasus 1965 adalah bagian dari proses sejarah proses politik yang harus dihadapi. Semua itu terjadi karena ada sebab dan akibatnya. Ia meminta supaya kita semua dewasa dalam mengelola konflik yang terjadi di tanah air. Jangan sampai menggadaikan negara yang telah diraih kemerdekaanya ini dengan susah payah dan menimbulkan banyak korban kepada negara asing, apalagi bekas penjajah.


“Kita harus bersatu untuk kepentingan yang lebih besar demi kemajuan bangsa. Jangan pecah belah bangsa ini oleh kekuatan asing melalui kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.