Sisi Positif Gabung Trans Pacific Partnership

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutan saat menghadiri perayaan ulang tahun Partai Demokrat di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
- Mantan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Firmanzah, buka suara soal rencana Presiden Joko Widodo yang berminat bergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP) atau pakta perdagangan antar negara-negara Asia Pasific.

Rektor Paramadina ini, menilai banyak hal negatif jika Indonesia jadi bergabung di dalam TPP, terutama untuk kondisi perekonomian Indonesia ke depannya.

"Kalau positifnya Indonesia gabung TPP saya tidak tahu. Yang jelas, pasar terbuka dan kita bisa mengakses Amerika Serikat dan Kanada juga. Jadi mungkin kita bisa belajar," ujar Firmanzah, dalam diskusi bulanan yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Jumat, 6 November 2015.

Dengan alasan itu, kata dia, SBY kala itu memastikan tidak berminat bergabung dengan TPP. Meski begitu, dia berharap, jika memang Indonesia nantinya jadi bergabung TPP, perusahaan Tanah Air bisa lebih bersaing dengan perusahaan asing.

"Mungkin saja BUMN (Badan Usaha Milik Negara) bisa belajar memacu kinerjanya untuk bersaing dengan perusahaan asing yang jauh lebih maju," kata dia.

Namun, dia menjelaskan, soal penggunaan tenaga kerja asing, dalam TPP juga sudah disyaratkan tidak boleh diintervensi.

Firmanzah juga mengatakan, idealnya ketika ada pekerja asing lantas mereka mentransfer ilmu kepada pekerja domestik bahkan ada transfer teknologi, TPP malah mensyaratkan kalau hal ini tidak bisa dipaksakan.

"Sekarang tinggal soal pilihan, yakni bagaimana caranya diuntungkan paling tidak bisa menggelar negosiasi. Jika baru masuk ke TPP lantas diwajibkan menerima saja semua aturannya, perlu juga menghitung langkah sesuai atau tidak dengan kondisi Indonesia saat ini," ujarnya.