Akhir Abad 21, Wilayah Ini Bakal Sangat Panas
- REUTERS
VIVA.co.id - Sebuah studi memprediksi, wilayah mana yang akan menjadi sangat panas di dunia pada akhir abad 21. Studi terbaru menunjukkan, wilayah Teluk Persia akan menjadi wilayah terpanas bagi manusia pada 2100.
Kondisi itu akan terjadi jika emisi karbon dioksida terus berlanjut seperti saat ini. Studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change ini menunjukkan, suhu di Teluk Persia bisa mencapai 74 sampai 77 derajat celcius pada 2100.
Studi ini ditulis oleh dua peneliti yaitu Jeremy S Pal, peneliti Departemen Rekayasa Sipil dan Lingkungan Loyola Marymount University, Los Angeles, AS dan Elfatih Eltahir, profesor rekayasa lingkungan Massachusetts Institute of Technology, AS.
Dengan suhu panas tersebut, maka kondisi itu akan berbahaya bagi orang sehat sekalipun, tak hanya bagi orang manula dan orang yang sakit saja. Orang akan merasa kegerahan dan kepanasan.
Dikutip Daily Mail, Selasa, 27 Oktober 2015, dalam studinya, peneliti menjalankan sejumlah simulasi komputer untuk memprediksi seberapa panas wilayah di belahan dunia. Setelah mengukur indeks panas yang mengombinasikan panas dan kelembaban, maka suhu akan mencapai 70-an derajat celcius. Suhu panas tersebut diperkirakan akan berlangsung selama enam jam setiap hari.
"Anda bisa pergi ke sauna basah sampai suhu 35 derajat celcius. Anda bisa menahan (suhu) itu untuk sementara, tapi sekarang berpikirlah saat paparan meluas menjadi enam jam atau lebih," tulis salah satu penulis studi, Elfatih Eltahir.
Penulis studi menyebutkan, kota yang akan mendapatkan suhu panas tersebut yaitu Abu Dhabi, Dubai dan Doha. Jika wilayah tersebut suhunya mencapai 70-an derajat celcius, maka penulis studi menunjukkan area itu tak layak untuk ditinggali.
Penulis mengatakan, dengan suhu panas tersebut, orang yang bekerja di luar ruangan atau gedung mutlak harus memakai pendingin udara. Jika tanpa pendingin, penulis mengatakan maka akan menjadi tak tertahankan.
Sementara tiga area itu diprediksi sangat panas, Eltahir mengatakan, Mekkah tidak akan sepanas tiga area tersebut. Eltahir menyebutkan kematian di Mekkah hanyalah mungkin karena insiden seperti masa musim haji saja.
Laman The Express Tribune menyebutkan, studi tersebut mempercepat prediksi studi sebelumnya yang memprediksi kondisi panas itu akan tercapai dalam 200 tahun. Dalam studi terbaru ini, peneliti menjalankan simulasi dengan model iklim yang fokus pada topografi dan kondisi regional, ramalan cuaca dan rentang waktu yang lebih pendek.
Studi terbaru ini mengklaim menggunakan metode yang lebih baik dibandingkan studi sebelumnya. Studi ini menggunakan metode pengukuran kondisi atmosfer yang dikenal dengan istilah suhu bola lampu basah. Metode ini disebutkan kurang dikenal dan dipahami dibandingkan metode standar pengukuran suhu yang sudah lazim dipakai pemprediksi cuaca. Metode bola lampu ini disebutkan menjelaskan sejauh mana penguapan dan ventilasi dapat mengurangi suhu area tertentu.
Menganggapi temuan studi tersebut, Chris Field, peneliti iklim Carnegie Institute for Science berpandangan, suhu panas tersebut tidak akan terjadi jika ada langkah yang tegas dalam pengurangan dampak perubahan iklim.
"Jika kita tak membatasi perubahan iklim untuk menghindari panas ekstrim, orang di wilayah tersebut mungkin perlu menemukan tempat lain untuk hidup," kata dia.
Senada dengan respons Chris Field, Eltahir mengatakan, jika dunia bisa membatasi emisi gas, maka tingkat panas tersebut dapat dihindari.
(mus)