Tradisi Melarung Boneka Pengantin di Pantai Prigi Trenggalek
Selasa, 27 Oktober 2015 - 16:03 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/ Dody Handoko
VIVA.co.id
- Pantai Prigi terletak di Desa Tasik Madu, Kecamatan Watulimo, sekitar 48 kilometer arah selatan kota Trenggalek, Jawa Timur. Masyarakat Prigi mempunyai tradisi dan upacara Sembonyo yang diyakini untuk menjaga keseimbangan dengan alam sekitarnya serta alam semesta. Upacara Sembonyo dilakukan setiap bulan Selo, hari Senin Kliwon setiap tahun.
Pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat nelayan dan petani berkaitan dengan mata pencaharian sebagai nelayan, petani serta merupakan sarana menghormati leluhurnya yang berjasa dalam membuka kawasan teluk Prigi.
Mereka tidak ingin melupakan jasa Tumenggung Yudo Negoro sebagai pahlawan sekaligus sebagai pendiri Desa Tawang, Tasikmadu. Jika melalaikan, mereka takut ada gangguan, sulit dalam penangkapan ikan, panen pertanian gagal, timbul wabah, bencana alam, dan sebagainya.
Sejak 1985, upacara Larung Sembonyo dilaksanakan lagi secara besar-besaran setelah sebelumnya terhenti akibat situasi politik. Peringatan saat itu dibantu Pemda Kabupaten Trenggalek dalam rangka promosi wisata. Upacara Sembonyo dilaksanakan penuh syarat-syarat, dan beraneka ragam larangan. Hal ini memengaruhi watak masyarakat Prigi, khususnya masyarakat nelayan.
Sembonyo sebenarnya nama mempelai tiruan berupa boneka kecil dari tepung beras ketan, dibentuk seperti layaknya sepasang mempelai yang sedang bersanding. Duduk di atas perahu lengkap dengan peralatan satang, yaitu alat untuk menjalankan dan mengemudikan perahu.
Penggambaran mempelai tiruan yang bersanding di atas perahu ini dilengkapi pula dengan sepasang mempelai tiruan terbuat dari ares atau galih batang pisang, diberi hiasan bunga kenanga dan melati, lecari.
Karena, sembonyo mengambarkan mempelai, maka perlengkapan upacara adat sembonyo juga dilengkapi dengan asahan atau sesaji serta perlengkapan lain seperti halnya upacara perkawinan tradisional Jawa.
Baca Juga :
Tiruan mempelai yang disebut Sembonyo itu berkaitan dengan mitos setempat mengenai terjadinya tradisi larung Sembonyo. Tradisi ini bermula dari suatu peristiwa yang dianggap pernah terjadi, yaitu perkawinan antar Raden Nganten Gambar Inten dengan Raden Tumenggung Kadipaten Andong Biru. Raden Nganten Gambar Inten juga terkenal dengan nama Raden Nganten Tengahan.
Perkawinan itu dilaksanakan sebagai syarat keberhasilan Raden Tumenggung Andong Biru atau Raden Tumenggung Yudo Negoro membuka hutan wilayah teluk Prigi dan sekitarnya untuk dijadikan daerah pedesaan, yang sebelumnya dikenal sebagai hutan yang sangat angker dan tidak dapat dihuni manusia.
Pelaksanaan upacara adat Larung Sembonyo menggambarkan kesibukan keluarga yang punya hajat mengawinkan dan mengadakan pesta untuk memeriahkan perkawinan itu.
Ritual larung Sembonyo selalu dilakukan setiap Senin Kliwon, pada bulan selo yang dimeriahkan dengan kesenian tayub selama 40 hari 40 malam. Masyarakat masih percaya mitos Ratu Pantai Selatan (Nyi Loro Kidul), sehingga pengunjung disarankan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna tertentu saat berada di pantai.