Ponsel Kini Bisa Deteksi Polusi Udara

Polusi udara di Kota Beijing, China.
Sumber :
  • REUTERS/Kim Kyung-Hoon

VIVA.co.id - Peneliti Australia berhasil menemukan cara bagaimana agar ponsel pintar bisa membantu mendeteksi adanya polusi udara.

Peneliti Centre for Advanced Electronics and Sensors dari RMIT University, Melbourne, Australia, Profesor Kourosh Kalantar-zadeh, menemukan gagasan sensor yang memungkinkan bisa untuk mendeteksi material berbahaya di udara. Sensor itu juga bisa disematkan pada ponsel pintar. Dalam mengujinya, ia melibatkan peneliti RMIT lainnya dan koleganya dari Chinese Academy of Sciences.

Dikutip dari Eandt, Selasa 27 Oktober 2015, Kalantar-zadeh menyebutkan sensor gagasannya itu lebih murah dibandingkan teknologi saat ini yang dipakai untuk mengukur polusi standar. Sensor ini juga diklaim lebih tepat dibandingkan perangkat terjangkau yang beredar saat ini.

Peneliti itu mengatakan dalam sensor gagasannya itu terdapat sepihan kecil timah disulfida, yang mana bisa menyerap nitrogen dioksida dari udara.

Untuk diketahui nitrogen dioksida dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batu bara dan hasil dari mesin pembakaran dalam mobil. Hasil pembakaran itu bisa menyebabkan kondisi serius dalam saluran pernafasan manusia.

Nitrogen dioksida dikaitkan telah menjadi penyebab meningkatnya asma pada anak-anak dan menyebabkan peradangan pada saluran nafas pada indidividu yang rentan. Nitrogen dioksida merupakan gas beracun, baunya menyengat, dan merupakan salah satu polutan udara utama.

Sementara timah disulfida merupakan pigmen coklat kekuningan yang umumnya digunakan dalam pernih untuk penyepuhan.

Guna menciptakan sensor tersebut, peneliti mengubah bahan tersebut menjadi serpihan dengan ketebalan beberapa atom saja. Area permukaan luas serpihan tersebut, kata peneliti, memiliki tarikan tinggi ke molekul nitrogen dioksida, yang mana memungkinkan penyerapan secara selektif.

"Metode revolusioner yang kami kembangkan ini merupakan awal yang bagus untuk menciptakan sensor NO2 (nama kimia nitrogen dioksida) yang dipersonalisasi , murah dan bisa dipegang (dalam perangkat), sehingga dapat disatukan ke dalam ponsel pintar (smartphone)" ujar Kalantar-zadeh.

Dengan disematkannya sensor itu ke dalam perangkat mobile, kata Kalantar-zadeh, maka terobosan ini bukan hanya bermanfaat bagi peningkatan kualitas kehidupan jutaan orang saja, tapi juga akan membantu orang menghindari penyakit yang disebabkan oleh racun nitrogen dioksida.

"Dan itu bisa membantu menghindari kematian yang potensial," kata dia.

Kalantar mengatakan kurangnya akses publik atas alat pemantauan efektif merupakan hambatan utama untuk mengurangi dampak bahaya gas tersebut. Sementara sistem sensor yang ada saat ini masih terbilang sangat mahal dan susah sekali untuk membedakan nitrogen dioksida dari gas lainnya.

"Metode yang telah kami kembangkan ini bukan hanya sangat efisien biayanya, tapi juga bekerja kebih baik dari sensor saat ini yang dipakai mendeteksi gas berbahaya ini," ujar dia.

Pengembangan sensor ini telah dipublikasikan dalam artikel terbaru di jurnal ACS Nano.

(ren)