Sutradara Ini Kritisi Perkembangan Film Animasi Indonesia
Rabu, 21 Oktober 2015 - 18:50 WIB
Sumber :
- Battle of Surabaya
VIVA.co.id - Film animasi di Indonesia, mulai menunjukkan kemajuan yang pesat. Saat ini, semakin banyak tayangan film animasi yang dibuat oleh para animator Indonesia.
Mengenai hal ini, sutradara Battle of Surabaya (BOS)-- Aryanto Yuliawan pun mengatakan, perkembangan film di Indonesia ini, bahkan sudah melebar ke ranah animasi. Meskipun Indonesia ini tidak memiliki film animasi yang banyak, tetapi memiliki potensi.
Secara umum, masih jarang adanya pembuatan animasi di Indonesia, karena masih kurangnya dukungan dalam segi peralatan. Namun, dalam segi sumber daya manusianya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
"Banyak orang-orang Indonesia yang direkrut oleh perusahaan animasi di luar negeri. Ini menjadi nilai plus bagi kita, khususnya para animator-animator di Indonesia."
Tentu, lanjutnya, hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah. Sebenarnya, kata dia, ada tiga regulasi yang menjadi sebuah pekerjaan rumah untuk pemerintah, yaitu terkait dengan finding, pajak, dan kuota.
"Masih sedikit sekali jumlah film animasi di Indonesia yang dibuat, jadi ini harus terus ditingkatkan," katanya, di Kampus UMY, Rabu 21 Oktober 2015.
Jika melihat pasar, kata Aryanto, pembuatan BOS ini bukan hanya memasuki pasar nasional tapi juga internasional. Bahkan, BOS ini akan tayang di maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Jadi, konteksnya memang sudah beda.
"Karena potensi yang besar, tetapi support-nya yang masih kurang. Perlu adanya dukungan dari beberapa stakeholder seperti, industri perfilman. Namun, banyaknya animator yang berkarya secara underground yang bebas pajak, jadi sebenarnya tidak harus atas nama company tapi individu juga bisa, dan hasilnya juga lumayan," jelasnya.
Pemerintah juga perlu mengangkat para animator ini untuk bisa berkarya dan meningkatkan film animasi Indonesia. Bahkan, BOS ini mendapat banyak kritikan misalnya, dari segi karakter kartun yang mirip animasi Jepang, tidak membuat karakter Indonesia.
"Sekarang, pertanyaannya karakter animasi Indonesia itu seperti apa? Nah, inilah yang harusnya bisa menjadi jalan bagi para animator Indonesia untuk membuat karakter animasi Indonesia," ujarnya.
Aryanto juga mengatakan, film animasi Hollywood, atau Jepang tidak perlu ditanyakan lagi. Kualitas mereka dari segi teknologi dan karakter sangat bagus.
“Sebetulnya, ada alasan kenapa film BOS itu 2D, karena memang target pasar kita adalah penggemar animasi 2D, maka gaya karakter pada BOS berbeda misalnya, dalam karakter design dan suara Dolby."
Jadi, kata Aryanto, gabungan dari Hollywood, Jepang, dan untuk background-nya Indonesia. Indonesia pun sebenarnya mampu, namun dalam segi teknologi dan budget memang sangat terbatas. "Jadi, sangat sedikit sekali film animasi Indonesia yang memiliki kualitas bagus,“ terangnya. (asp)
Baca Juga :
Mengenai hal ini, sutradara Battle of Surabaya (BOS)-- Aryanto Yuliawan pun mengatakan, perkembangan film di Indonesia ini, bahkan sudah melebar ke ranah animasi. Meskipun Indonesia ini tidak memiliki film animasi yang banyak, tetapi memiliki potensi.
Secara umum, masih jarang adanya pembuatan animasi di Indonesia, karena masih kurangnya dukungan dalam segi peralatan. Namun, dalam segi sumber daya manusianya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
"Banyak orang-orang Indonesia yang direkrut oleh perusahaan animasi di luar negeri. Ini menjadi nilai plus bagi kita, khususnya para animator-animator di Indonesia."
Tentu, lanjutnya, hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah. Sebenarnya, kata dia, ada tiga regulasi yang menjadi sebuah pekerjaan rumah untuk pemerintah, yaitu terkait dengan finding, pajak, dan kuota.
"Masih sedikit sekali jumlah film animasi di Indonesia yang dibuat, jadi ini harus terus ditingkatkan," katanya, di Kampus UMY, Rabu 21 Oktober 2015.
Jika melihat pasar, kata Aryanto, pembuatan BOS ini bukan hanya memasuki pasar nasional tapi juga internasional. Bahkan, BOS ini akan tayang di maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Jadi, konteksnya memang sudah beda.
"Karena potensi yang besar, tetapi support-nya yang masih kurang. Perlu adanya dukungan dari beberapa stakeholder seperti, industri perfilman. Namun, banyaknya animator yang berkarya secara underground yang bebas pajak, jadi sebenarnya tidak harus atas nama company tapi individu juga bisa, dan hasilnya juga lumayan," jelasnya.
Pemerintah juga perlu mengangkat para animator ini untuk bisa berkarya dan meningkatkan film animasi Indonesia. Bahkan, BOS ini mendapat banyak kritikan misalnya, dari segi karakter kartun yang mirip animasi Jepang, tidak membuat karakter Indonesia.
"Sekarang, pertanyaannya karakter animasi Indonesia itu seperti apa? Nah, inilah yang harusnya bisa menjadi jalan bagi para animator Indonesia untuk membuat karakter animasi Indonesia," ujarnya.
Aryanto juga mengatakan, film animasi Hollywood, atau Jepang tidak perlu ditanyakan lagi. Kualitas mereka dari segi teknologi dan karakter sangat bagus.
“Sebetulnya, ada alasan kenapa film BOS itu 2D, karena memang target pasar kita adalah penggemar animasi 2D, maka gaya karakter pada BOS berbeda misalnya, dalam karakter design dan suara Dolby."
Jadi, kata Aryanto, gabungan dari Hollywood, Jepang, dan untuk background-nya Indonesia. Indonesia pun sebenarnya mampu, namun dalam segi teknologi dan budget memang sangat terbatas. "Jadi, sangat sedikit sekali film animasi Indonesia yang memiliki kualitas bagus,“ terangnya. (asp)