Napak Tilas Jalur Rempah di Museum Nasional
Selasa, 20 Oktober 2015 - 08:19 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id - Rempah adalah komoditas utama yang dimiliki bangsa Indonesia. Tanaman-tanaman rempah memiliki banyak khasiat seperti untuk penyembuhan penyakit, kecantikan, hingga menjadi bahan masakan yang diminati oleh masyarakat dunia.
Bahkan, karena rempah juga, bangsa ini kemudian dijajah selama ratusan tahun oleh bangsa Eropa. Jauh sebelumnya, pada zaman kerajaan Islam maupun Hindu-Budha, rempah membuat negara ini menjadi pusat perdagangan di kawasan Asia Tenggara.
Yayasan Museum Indonesia akan mengupas tuntas soal "Jalur Rempah" di Indonesia selama Museum Week 2015, berlangsung 18-25 Oktober di Museum Nasional, Jakarta. Museum Week 2015 yang akan diselenggarakan pada 18 hingga 25 Oktober di Museum Nasional Jakarta, mulai pukul 10.00 WIB hingga 21.00 WIB.
Museum Week tema Jalur Rempah ini menjadi sarana untuk memperkenalkan kembali kejayaan Indonesia di pentas dunia. Juga kepada publik lokal dengan mengangkat keragaman kacamata lokal memaknai kekayaan rempah.
“Jalur Rempah untuk mengingatkan kembali peran penting perdagangan rempah dan pengaruhnya terhadap peradaban dan kebudayaan di Indonesia,” kata Direktur Konten Yayasan Museum Indonesia, Hani Fibianti, di Museum Nasional, Jakarta.
Ia mencontohkan, perdagangan lada pada abad ke-12 telah membawa kesultanan Banten menjadi salah satu metropolis dunia. Jalur Sutera yang namanya begitu tersohor di kalangan pedagang sebagai penghubung negeri Barat dan Timur sebenarnya hanya bagian dari Jalur Rempah.
Dia mengatakan bahwa pada masa itu rempah-rempah merupakan komoditas perdagangan yang lebih utama ketimbang sutera, sehingga para sejarawan lebih sering menyebutnya Jalur Rempah.
“Rempah-rempah terutama lada mulai marak diperdagangkan pada abad 15 ketika bangsa Eropa mulai melakukan kolonialisasi ke bagian timur,” tutur Didiek Setiabudi Hargono, perwakilan Kebun Raya Indonesia.
Antropolog kesehatan Rusmin Tumanggor mengatakan, penggunaan kapur dari Barus oleh masyarakat adat di Indonesia sudah sejak Sebelum Masehi. Telah ditemukan mantra-mantra menggunakan berbagai jenis bahasa mulai dari Sansekerta, Ibrani, dan bahasa Tiongkok yang fungsinya mendukung pengobatan penyakit dengan memanfaatkan kapur barus.
“Membuktikan bahwa Barus yang berada di Sumatera Utara telah menjadi pusat perdagangan penting sejak dulu,”ujarnya.
Melalui acara ini diharapkan bangsa Indonesia bisa mengambil inspirasi dari kisah sejarah masa lalu, di mana rempah menjadi komoditas yang berhasil membesarkan bangsa.
“Dari acara ini kita tidak diharapkan hanya melihat sejarah tentang perdagangan rempah, melainkan juga dapat merefleksi dan mengambil inspirasi dari sejarah,” ujar sejarawan J.J Rizal.
Museum Nasional yang lebih dikenal dengan Museum Gajah ini berdiri sejak 1778. Pada 1862 dibangun lagi gedung baru, karena meningkatnya koleksi yang mau dipamerkan dan resmi dibuka pada 1868.
Museum ini dikelola di bawah pemerintah Indonesia dan kemudian menjadi Museum Pusat. Pada 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.