Catatan Komisi II Soal Putusan MK Bolehkan Calon Tunggal
Rabu, 30 September 2015 - 11:01 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 terkait calon tunggal. Dengan putusan ini pemilihan kepala daerah (pilkada) tetap bisa dilaksanakan mesiki hanya diikuti satu pasangan calon kepala daerah. Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Arteria Dahlan, mengatakan putusan MK bukan sesuatu yang luar biasa.
"Saya masih berpendapat putusan ini masih menyisakan permasalahan. Yang jadi persoalan di sini kalau banyak pemilih tidak setuju maka pilkada tersebut harus ditunda di periode selanjutnya. Artinya tetap tidak solutif," katanya saat dihubungi, Rabu 30 september 2015.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga memberi catatan terkait teknis pemilihan yang dilakukan dengan mekanisme setuju atau tidak setuju. "Ya ini dapat saya terima, tetapi tidak boleh open clause. Artinya pilkada ini harus tuntas dan menghasilkan pemimpin yang dipilih rakyat," katanya.
Secara garis besar ia menghargai putusan MK di mana berdasarkan proses pilkada tahap pertama yang sudah berjalan terdapat masalah dengan peraturan yang mengharuskan Pilkada minimal diikuti dua pasangan calon kepala daerah.
"Syarat minimal dua pasang calon tidak hanya berpotensi akan tetapi telah terbukti mengancam demokrasi, mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih. Sehingga hak untuk dipilih dan memilih tidak boleh tersandera dengan aturan paling sedikit dua paslon. Sudah tepat apabila MK memutus pilkada harus tetap dilaksanakan meskipun hanya ada satu paslon," katanya.
Atas kekurangan ini meurutnya masih harus dicari solusi yang sehingga proses dan hasil pilkada tidak bermasalah. "Harusnya dicarikan rumusan yang memberikan kepastian hukum di mana dalam situasi terburuk sekalipun akan terlahir pemimpin hasil pilkada serentak tanpa menunggu Februari 2017," katanya.
Baca Juga :
"Saya masih berpendapat putusan ini masih menyisakan permasalahan. Yang jadi persoalan di sini kalau banyak pemilih tidak setuju maka pilkada tersebut harus ditunda di periode selanjutnya. Artinya tetap tidak solutif," katanya saat dihubungi, Rabu 30 september 2015.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga memberi catatan terkait teknis pemilihan yang dilakukan dengan mekanisme setuju atau tidak setuju. "Ya ini dapat saya terima, tetapi tidak boleh open clause. Artinya pilkada ini harus tuntas dan menghasilkan pemimpin yang dipilih rakyat," katanya.
Secara garis besar ia menghargai putusan MK di mana berdasarkan proses pilkada tahap pertama yang sudah berjalan terdapat masalah dengan peraturan yang mengharuskan Pilkada minimal diikuti dua pasangan calon kepala daerah.
"Syarat minimal dua pasang calon tidak hanya berpotensi akan tetapi telah terbukti mengancam demokrasi, mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih. Sehingga hak untuk dipilih dan memilih tidak boleh tersandera dengan aturan paling sedikit dua paslon. Sudah tepat apabila MK memutus pilkada harus tetap dilaksanakan meskipun hanya ada satu paslon," katanya.
Atas kekurangan ini meurutnya masih harus dicari solusi yang sehingga proses dan hasil pilkada tidak bermasalah. "Harusnya dicarikan rumusan yang memberikan kepastian hukum di mana dalam situasi terburuk sekalipun akan terlahir pemimpin hasil pilkada serentak tanpa menunggu Februari 2017," katanya.