NU Akan Terus Menjaga Ahlusunnah Waljamaah
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) berbuntut panjang. Sejumlah kiai dan pengurus daerah yang kecewa dengan penyelenggaraan muktamar menolak hasil forum tertinggi organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Mereka menentang hasil muktamar dan tak mengakui struktur kepengurusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang baru.
Tak hanya itu, sejumlah kiai dan pengurus daerah yang mengatasnamakan Forum Lintas Pengurus Wilayah NU melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka juga melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan panitia muktamar ke Mabes Polri. Selain itu, mereka juga meminta Kementerian Hukum dan HAM tidak menetapkan hasil muktamar.
Panitia dituduh curang dan manipulatif dalam penyelenggaraan muktamar. Mereka menuding, kecurangan sudah dilakukan sejak pendaftaran hingga pemilihan anggota Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA). Tak hanya itu, mereka juga menyatakan, ada penyimpangan dalam konsep Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) yang diketok dalam forum muktamar.
Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj membantah semua tudingan tersebut. Ia mengatakan, tak ada manipulasi dan kecurangan dalam muktamar yang digelar di Jombang tersebut. Ia juga membantah terjadi penyimpangan Aswaja dalam muktamar. Pria yang akrab disapa Kang Said ini menegaskan, NU tetap memegang teguh konsep Aswaja seperti yang sudah digariskan oleh para pendiri organisasi ini.
Demikian petikan wawancara yang dilakukan VIVA.co.id dengan KH Said Agil Siradj di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Sejumlah orang yang mengatasnamakan Forum Lintas Pengurus Wilayah NU menggugat hasil muktamar. Tanggapan Anda?
Kalau mengatasnamakan pengurus NU harus melalui rapat. Misalnya PWNU Sulawesi Tengah. Itu yang tanda tangan hanya Rais Syuriahnya saja. Apakah dia mewakili PWNU Sulawesi Tengah, mana buktinya? Atau rapatnya kapan atau mandat dari rapat atau pribadi. Itu yang dipertanyakan. Kemudian yang lain yang tanda tangan tidak legitimate. Kecuali satu cabang Manokwari, Syuriah dan Tanfidhiyah. Yang lainnya seorang-seorang. Sedangkan NU harus ada Syuriah dan Tanfidiyah. Bukan personal tapi organisasi.
Sebenarnya apa yang digugat?
Yang digugat masalah AHWA. Sebenarnya AHWA itu merupakan himbauan dari almarhum Kyai Sahal Mahfud terkait mekanisme pemilihan Rais Am. Berangkat dari gagasan itu maka dibentuklah tim yang menggodok dasar hukum, teknis, dan penyelarasan peraturan. Dibentuklah tim yang ketuanya Kyai Masdar Farid Mas’oedi. Anggotanya ada Kiai Isomuddin, Pak As’ad Said Ali dan lain-lain. Tim bekerja, hasil rapat tim ini masuk di Munas Kombes NU yang diadakan di PBNU.
Apa hasil kerja tim tersebut?
Hasilnya diterima oleh semua wilayah. Kalau Munas yang hadir wilayah bukan cabang. Tidak ada satu wilayah pun yang menolak. Yang ada paling diskusi soal bagaimana mekanisme. Itu hasil keputusan Munas Kombes, bahwa muktamar yang akan datang Rais Amnya menggunakan Ahlul Hali Wal Aqdi. Itu istilah dari Jawa Timur. Kalau istilah kitab kuningnya Ahli Syuro Wal Ikhtiar. Bahasa Indonesianya musyawarah mufakat atau tim formatur.
Mengapa konsep ini ditolak di muktamar?
Belakangan ada ‘pihak sana’ yang keliling kemana-mana, mendorong cabang-cabang agar menolak keputusan Munas Kombes itu. Alasannya, sosialisasinya kurang, mereka bilang AHWA itu bagus tapi tidak diterapkan di muktamar yang sekarang tapi muktamar yang akan datang.
Lalu?
Kita terus berjalan. Lalu ada rapat gabungan antara para mustasyar dan para Rais Syuriah, termasuk dihadiri Katib Am, Kiai Malik Madani. Keputusan Rais Am memilih dan menyeleksi 39 kiai sepuh. Kemudian kita kirim ke seluruh cabang-cabang agar memilih sembilan kiai dari 39 kiai. Terpilihlah sembilan orang, yang nomor satu Kiai Ma’ruf Amin yang kita pilih jadi anggota AHWA di Jombang.
Apakah keputusan ini diterima?
Ternyata waktu di muktamar Jombang perdebatannya sangat seru sampai deadlock. Akhirnya keputusannya Rais Syuriah dan cabang-cabang berkumpul di Denanyar. Para Rais Syuriah dari cabang bertemu. Ada juga yang absen tidak datang. Di situ voting antara yang menerima dan menolak AHWA. Yang menerima AHWA menang terpaut 16 suara. Kemudian keputusan itu dibawa ke pleno. Pleno mengesahkan. Lalu sembilan kyai itu rapat. Pilihannya jatuh pada Kiai Mustofa Bisri dan wakilnya Kiai Ma’ruf Amin. Kiai Mustofa Bisri mengirim surat dengan segala permohonan maaf menyatakan tidak bersedia menjadi Rais Am. Akhirnya Kiai Ma’ruf Amin yang menjadi Rais Am.
Gus Solah menyatakan, Munas kedua yang membahas AHWA tak disertai Kombes?
Munas itu forumnya kiai-kiai Rais Syuriah ditambah kiai-kiai pesantren di luar struktur yang kita anggap penting. Kalau Kombes ketua-ketua wilayah dan tidak sampai cabang. Itu namanya Munas Kombes. Keputusan Munas pertama sudah selesai. Munas kedua tanpa Kombes itu memperkuat keputusan Munas.
Mereka juga mempersoalkan sistem noken dalam voting soal AHWA?
Sebenarnya masalah noken sudah diakui oleh hukum di sini. Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah mengakui noken sah sesuai adat yang ada di sana. Termasuk Jokowi waktu diprotes Prabowo yang mempersoalkan noken ditolak. Artinya, noken menjadi salah satu yurisprudensi yang sah. Kedua, gugatan itu setelah mereka melihat kekalahan. Seandainya mereka menang walaupun noken pasti mereka akan terima.
Mereka mengatakan, suara dari Papua lebih besar dari jumlah cabang di sana?
Tidak benar.
Lalu, kenapa nama-nama yang mereka usulkan untuk AHWA tidak diakomodasi?
Kita sudah kirim surat ke seluruh cabang agar mereka mengirim sembilan nama dari 39 nama sesuai putusan Munas Kombes. Dan saat registrasi mereka sudah diminta mengajukan nama-nama untuk anggota AHWA itu.
Mereka beralasan itu belum masuk AD/ART dan muktamar belum mulai?
Ada kebebasan memilih sembilan orang dari 39 orang. Apa kurang demokratis?
Mereka menolak hasil muktamar?
Kenyataannya Presiden sudah menerima. Wakil Presiden sudah menghadiri pengukuhannya. Menkumham juga sudah mengeluarkan putusan menerima pengurus baru.
Selain ke pengadilan, mereka juga melaporkan dugaan manipulasi dalam muktamar ke Mabes Polri?
Silakan cek siapa yang pakai uang. Tapi objektif dan jujur. Saya tuh tidak punya uang. Kalau toh saya punya uang lebih baik untuk membangun pesantren.
Selain soal AHWA, mereka juga menuding hasil muktamar menyimpang dari Aswaja?
Tidak benar. Poin 1 NU berdasarkan Quran dan sunnah. Poin dua Ijma dan Qiyas. Kita tetap masukkan Ijma. Tidak mungkin NU meninggalkan Ijma Qiyas. Mustahil. Ada yang menuduh saya Syiah, liberal, tidak.
Jadi tuduhan itu tidak benar?
Tidak benar.
Mereka juga mempersoalkan hasil 'bahtsul masail' karena tidak pernah dimintakan persetujuannya di forum muktamar. Apa betul?
Masuk pleno kok. Semua hasil laporan komisi di pleno.
Artinya hasil itu dibawa ke rapat pleno dan disahkan di rapat pleno?
Iya. Ada semua, ada audio dan rekaman.
Kubu Anda dituduh curang dan manipulatif. Tanggapan Anda?
Ada fakta. Waktu pemilihan ada notaris, setiap pengurus yang akan tanda tangan difoto di atas materai. Ada notaris kita datangkan waktu malam pemilihan.
Mereka menuding, PKB di balik kisruh muktamar di Jombang. Apa benar?
Kepengurusan PBNU sekarang ada tokoh Golkar. Kalau PKB hanya sekjen satu orang. Tokoh Golkar ada Pak Slamet Effendi Yusuf sebagai wakil ketua. Salah satu Ketua Nusron Wahid dari Golkar. Ada dari PDIP Nasrul Falah, ada Gerindra Haji Abidin, ada PPP Amin Nasution, dan PDIP Ahmad Baskara.
Artinya tidak benar PKB mengintervensi muktamar NU di Jombang?
Tidak benar. Bahwa ada kedekatan antara pengurus PKB dengan PBNU, itu kedekatan emosional dan kedekatan hubungan selama ini. Setiap ada keputusan Munas yang menindaklanjuti PKB. Putusan Munas, pleno, rekomendasi pada pemerintah yang menindaklanjuti di DPR ya PKB.
Dengan adanya gugatan ini apakah menunjukkan NU pecah?
Itu yang kita prihatin. Kalau orang luar menganggap kita ini pecah. Padahal kiai-kiai sepuh mendukung, Kiai Maimun Zubair, Kiai Dimyati, Kiai Hanan, Kiai Syah Ali Marbun.
Apakah ada jalan lain yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan masalah ini?
Saya sangat hormat dengan Gus Solah. Tidak pernah sekalipun keluar dari mulut saya memandang negatif Gus Solah. Jadi saya hormat betul. Saya ini apa. Beliau cucunya Mbah Hasyim (KH Hasyim Asy'ari), adiknya Gus Dur. Tidak pernah saya menjelek-jelekkan. Begitu juga dengan Pak Hasyim (KH Hasyim Muzadi). Saya tidak pernah mengcounter tudingan Pak Hasyim saya Syiah. Saya tidak pernah jawab. Dia senior saya, saya 10 tahun jadi wakilnya. Kalau saya Syiah, kenapa saya dipakai 10 tahun. Kalau saya Syiah, Kiai Sahal (KH Sahal Mahfud) sudah nendang saya barangkali.
Apakah konflik ini berdampak ke bawah?
Sedikit. Di Jawa Timur. Di luar Jawa Timur tidak.
Di level PW atau PC?
Ya ada di PC-PC. Tapi wilayah Jawa Timur sudah sanggup mengendalikan itu semua.
Terbelah secara kepengurusan?
Tidak. Hanya masih ada yang enggan mengakui hasil muktamar. Tapi tidak banyak.
Apa yang akan Anda lakukan untuk kembali menyatukan NU?
Kita sudah berusaha secara informal melalui silaturahim. Saya akan sowan ke Tebu Ireng dengan beberapa pengurus.
Setelah muktamar apakah sudah ada komunikasi dengan KH Hasyim Muzadi?
Belum.
Ada rencana membangun komunikasi untuk mencairkan suasana?
Pasti akan kita rencanakan. Informal ya silaturahim. Sebelum muktamar saya sowan ke Tebu Ireng beliau tidak ada. Saya cuma ziarah kubur. Mampir ke rumahnya ada ibunya. Saya hormat dengan Gus Solah.
Ada rencana islah?
Saya siap. Saya terbuka kalau beliau menerima atau menolak muktamar ya monggo. Kalau mau gabung ke pengurus PBNU.
Kalau islah apa yang ditawarkan?
Apakah mereka bersedia masuk menjadi salah satu pengurus untuk bergabung.
Gus Solah menyatakan, syarat islah adalah muktamar ulang. Tanggapan Anda?
Tidak mungkin. Muktamar sudah diakui Presiden, Wakil Presiden, dan Menkumham.
Kalau itu yang menjadi syarat islah?
Tidak mungkin.
NU ini benteng Islam moderat di Indonesia. Dengan kondisi seperti ini apakah tidak membuat NU semakin lemah?
NU kan milik para Kiai-kiai pesantren. Saya sekadar eksekutif, kepanjangan kiai pesantren. Insya Allah NU tidak akan pecah. Dan sudah biasa. Muktamar Cipasung juga meninggalkan perpecahan. Abu Hasan bikin NU tandingan.
Artinya bukan hanya kali ini hasil muktamar digugat ke pengadilan?
Dulu banyak yang menggugat. Waktu itu Mabes Polri memanggil Kiai Ilyas dan Kiai Gus Dur. Sehari kemudian Mabes Polri kebakaran. Lalu kasusnya tidak dilanjutkan.
Jadi pernah terjadi masalah seperti saat ini dan NU berhasil menyelesaikan dengan baik?
Ya.
Anda yakin ini bisa diselesaikan dengan baik?
Mudah-mudahan.
Apa visi Anda di periode kedua ini?
Kita lanjutkan apa yang sudah kita mulai lima tahun kemarin.
Apa saja yang sudah dirintis lima tahun lalu?
Membangun 24 universitas, membangun 62 SMK, mengembalikan aset NU yang hilang.
Selain itu?
Membangun rumah sakit di Jombang dan berusaha mengambil kembali beberapa aset. Kemudian pendidikan, pengiriman mahasiswa. Lima tahun kemarin luar biasa. Saya mengirim ke Harvard lima orang, biasanya cuma dua. Lalu ke Libya 107 orang, ke Maroko 45 orang, ke Sudan 150 orang, ke Turki 10 orang, dan Austria 10 orang.
Bagaimana dengan upaya menangkal paham radikal?
Kita pertegas, Islam yang sudah kita ikuti dari para leluhur kita ya Islam nusantara ini. Selama budaya tidak bertentangan jelas dengan syariah Islam ya kita terima. Kita melebur dengan budaya. Sehingga Islam kita luwes dan luas. Islamnya kokoh, budayanya lestari. Kita tidak musuhi budaya dan khazanah peradaban yang kita warisi.
Ada tudingan Islam nusantara anti-Arab?
Itu karena tidak paham saja. Justru kita menjaga istiqomah dan kestabilan pemahaman Islam yang tidak gaduh. Kita mewarisi dari guru-guru kita ziarah kubur, maulid nabi, isra mi’raj. Itu yang kita lestarikan dan banggakan. Islam nusantara sama seperti itu. Tidak pernah gunakan doktrin yang keras intimidasi. Kita antikekerasan.
Harapan Anda ke depan dengan NU?
Sebagai organisasi besar tentu kita memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga Islam Ahlusunnah Waljamaah dan menjaga keutuhan NKRI. Jangan sampai konflik Timur Tengah, konflik politik, konflik suku dipindah ke sini, konflik Irak nanti ditransfer ke sini. Itu yang kita khawatirkan. Kita punya gaya sendiri. Ukhuwah Islamiyah paralel dengan Watoniah.
Kenapa?
Karena semangat Islam harus didukung dengan semangat kebangsaan. Islam saja belum tentu bisa menyatukan umat. Contohnya Afganistan. 100 persen muslim perang terus. Somalia juga. Kebangsaan kalau tidak ada Islam kering, sekuler, abangan. Kebangsaan harus diisi dengan spirit Islam, Islam didukung dengan kebangsaan. Kiai Hasyim Asy’ari berpesan antara Islam dengan nasionalisme jangan dipertentangkan. Itu saling memperkuat.
Harapan Anda dengan kubu Gus Solah?
Mari bersama-sama kita membesarkan NU. Soal kelemahan saya pribadi pasti ada. Tapi kelemahan itu tidak dijadikan alasan untuk tidak menyatu atau memperbesar konflik. Saya tidak ada agenda politik pribadi, maju jadi Cawapres tidak. Bukan bidangnya, saya tidak mengerti bidang politik. Agenda NU saja, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi kerakyatan serta memberikan pencarahan supaya kiai-kiai NU punya visi misi. Khazanah ilmu sudah cukup tinggal bagaimana membangun ilmu sudah cukup, tinggal bagaimana memanfaatkan ilmu untuk bangsa dan umat.
Lilis Khalisotussurur | Jakarta