Yogyakarta Masih Membutuhkan Perhatian
Senin, 21 September 2015 - 14:07 WIB
Sumber :
VIVA.co.id
- Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencatatkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II pada 2015 ini sebesar 4,72 persen. Angka ini meningkat cukup signifikan dibanding triwulan I yang hanya 4,20 persen. Inflasi berada di angka 5,13 persen pada triwulan pertama dan 5,68 persen pada triwulan pertama.
Halini mendapat cukup apresiasi dari Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR saat melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, Bank Indonesia Perwakilan DI Yogyakarta, Kementerian Keuangan DI Yogykarta, Otoritas Jasa Keuangan DI Yogyakarta, Badan Pusat Statistik DI Yogyakarta, Bappeda DI Yogyakarta dan asoiasi pengusaha di Kantor Perwakilan DI Yogyakarta, Kamis 17 September 2015. Padahal, ekonomi nasional saat ini mengalami penurunan.
Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR Marwan Cik Asan, jika melihat pertumbuhan ekonomi Provinsi DI Yogyakarta, memang ada peningkatan. Kalau dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, ini sedikit lebih baik. “Untuk di Yogyakarta, persoalan ini karena adanya ketimpangan pembangunan antara Yogyakarta kawasan utara, dengan Yogyakarta kawasan selatan,” kata Marwan usai pertemuan.
Marwan menambahkan, ketimpangan pembangunan di kawasan selatan, paling terlihat terutama daerah Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul. Sehingga terungkap dalam pertemuan, setidaknya ada 10 desa di Yogyakarta yang belum baik akses transportasinya.
“Ini kan sangat miris. Sehingga didapatkan satu contoh model dan tidak perlu mencari model sampai jauh ke timur Indonesia, bahwa di sebuah daerah di DI Yogyakarta, yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, masih ada ketimpangan pembangunan antara selatan dan utara, yakni di daerah-daerah terpencil,” jelas politikusF-Partai Demokrat itu.
Baca Juga :
“Kami menemukan bahwa pembangunan ke depan itu tidak harus mutlak ke Indonesia Timur, ternyata Pulau Jawa masih butuh perhatian. Ini akan kami sampaikan pada pembahasan RAPBN 2016. Ini memperlihatkan, daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa masih membutuhkan sentuhan khusus dari pemerintah,” imbuh Marwan.
Politikus asal dapil Lampung ini juga menilai, akibat ketidakmerataan pembangunan ini menyebabkan ketidakmerataan kemakmuran, yang berimbas pada gap gini rasio yang cukup tinggi. Walaupun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Yogyakarta tinggi, namun angka kemiskinan juga tinggi.
Ketidakmerataan kemakmuran ini sangat terlihat. IPM-nya mungkin ditunjang dari sektor pendidikan, karena Yogyakarta memiliki banyak kampus. Sektor kesehatan juga bagus, karena masyarakatnya sehat-sehat. Namun, poin pendapatan yang agak kurang. Sehingga, meskipun IPM tinggi, tingkat kemiskinan juga tinggi, ujar Marwan. “Ini bisa kita konfimasi di angka gini rasio yang cukup jauh. Hampir peringkatlima terburuk nasional,” katanya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR, Mohammad Hatta (F-PAN) menilai, melambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun2015 karena menurunnya daya beli masyarakat dan melemahnya nilai tukar rupiah, yang berimbas pada segala komoditi. Dengan adanya pelemahan komoditi, maka ekonomi juga akan melemah.
Yogyakarta , sebagai salah satu tujuan pariwisata, otomatis juga terkena imbasnya. Karena orang tidak akan berwisata, jika tidak memiliki uang. Harusnya ada antisipasi dari Pemprov, kata Marwan. “Misalnya dengan membuka destinasi pariwisata baru yang menarik. Misalnya Gunung Kidul, itu pantainya banyak yang menarik dan indah, ini harus dieksplorasi,” saran politikus asal dapil Jawa Tengah itu. (www.dpr.go.id)