Besaran Kenaikan Cukai Rokok Belum Final

Ilustrasi rokok
Sumber :
  • Reuters
VIVA.co.id
- Besaran kenaikan cukai rokok ditegaskan belum final. Pemerintah dengan DPR masih akan mendiskusikannya dalam pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2016 pada akhir tahun ini. 

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, dalam keterangannya yang diterima VIVA.co.id, Rabu 16 September 2015, mengatakan, masukan dari industri terkait kebijakan itu pasti akan diakomodasi dan menjadi pertimbangan pemerintah. 

"Sehingga, belum bisa dipastikan berapa besarannya (kenaikan cukai). Karena target penerimaan cukai masih dalam perbincangan di DPR dan keputusannya belum final," ujarnya.

Salah satu yang menjadi pertimbangan penentuan besaran kenaikan cukai rokok, menurut dia, adalah asumsi makro yang disepakati. Jika itu sudah ditetapkan, DPR dan sejumlah pihak terkait, baru akan mengubah postur dari kenaikan cukai itu. 

"Jadi, saya pastikan postur anggaran dari kenaikan itu belum final," katanya. 

Mengenai risiko maraknya rokok ilegal jika cukai rokok naik terlalu tinggi, Suahasil memastikan akan berkoordinasi dengan otoritas terkait. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk meredam terjadinya hal tersebut, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dengan kebijakan ini. 

"Hal itu benar, kebijakan kenaikan tarif yang begitu cepat dan drastis tentunya akan menimbulkan sesuatu yang ilegal dan itu mesti diantisipasi. Saya rasa Bea Cukai lebih tahu soal pemberantasan produk-produk ilegal ini," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia, Hasan Aoini Aziz mengungkapkan, dampak dari keputusan kenaikan cukai rokok harus diantisipasi oleh pemerintah. Sebab, kesulitan yang dialami oleh industri pasti juga dirasakan oleh para pekerja.

Dia mencontohkan, tahun lalu, ketika pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar tujuh persen, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tersebut. Tercatat ada 10 ribu tenaga kerja menjadi korban PHK pada 2014.

Tak hanya itu, sejak 2010 sampai dengan 2014, sudah ada 999 pabrikan rokok yang gulung tikar, di mana hal ini juga berdampak pada meningkatnya pengangguran di sektor tersebut. 

"Tentu kami tidak ingin hal ini terulang lagi," katanya. 

Sebelumnya, melalui konferensi pers yang mengundang berbagai asosiasi Industri Hasil Tembakau (IHT), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar pemerintah meninjau ulang rencana untuk menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen pada 2016, karena dinilai akan memukul sektor IHT nasional.

Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Bambang Eko Afianto, berpendapat, pemerintah tidak boleh terburu-buru menaikkan cukai tembakau. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang tengah mengalami pelemahan saat ini. 

Menurut dia, kenaikan tarif cukai terlalu tinggi, yang diwacanakan mencapai 23 persen akan membuat industri tembakau menjerit. Kondisi tersebut secara otomatis akan berdampak pada peningkatan pengangguran.