Dituding Salah Geledah, Jaksa Agung Dituntut Rp2 Triliun
- VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id - Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa pihak PT Victoria Sekuritas Indonesia akan menuntut lembaga yang dipimpinnya terkait kasus salah geledah.
Pihak PT VSI menyebutkan akibat salah geledah oleh Kejaksaan Agung, menyebabkan kerugian immaterial dan memunculkan citra negatif dari nasabah mereka.
Oleh karena itu, PT VSI menuntut Kejaksaan Agung sebesar Rp2 triliun, dengan rincian kerugian immateril senilai Rp1 triliun dan kerugian material senilai Rp1 triliun.
"Lah kampanye nyari duit ya," ujar Prasetyo saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanudin, Jakarta Selatan pada Jumat, 11 September 2015.
Prasetyo juga mengatakan bahwa penggeledahan yang dilakukan oleh tim Jaksa telah sesuai dengan prosedur.
Hal ini sekaligus menjawab pernyataan pihak PT VSI yang beberapa waktu lalu menyatakan bahwa surat izin penggeledahan yang diberikan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya mengizinkan penggeledahan di kantor Victoria Securities International Coorporation (VSIC) yang terletak di Panin Bank, Jalan Jenderal Sudirman. Bukan menggeledah PT Victoria Sekuritas yang terletak di Senayan City, Jalan Asia Afrika.
"Jangan tanya tempat, tempat pun kami ada izinnya. Izin pengadilan lengkap, tidak ada yang kurang. Kami nggak mungkin melangkah tanpa dibekali legalitas," kata Prasetyo.
Bahkan Prasetyo menceritakan saat penggeledahan dilakukan, sejumlah petinggi Victoria Sekuritas diduga melarikan diri saat tim Jaksa tiba di kantor PT VSI.
"Ketika tim kami datang, mereka lari meninggalkan tasnya di situ, bajunya di situ, hape-nya di situ, pistolnya pun di situ. Supaya kalian tahu ini terjadi," kata Prasetyo.
Saat dikonfirmasi mengapa tim Jaksa tidak menghadiri sidang Praperadilan atas gugatan PT VSI terhadap korps Adhyaksa, Jaksa Agung hanya mengatakan jika dirinya belum menerima laporan dari anak buahnya.
"Saya belum terima laporan, mereka sudah bisa mempertimbangkan itu lah," ujar Prasetyo.
Prasetyo juga berharap agar hakim tunggal praperadilan nantinya dapat berpikir jernih untuk memberikan keputusan yang tepat terhadap praperadilan yang diajukan oleh pihak PT VSI.
"Kami berharap nanti hakim tunggal di praperadilan berpikir jernih. Konon mereka dibela oleh penasihat hukum yang tidak pernah kalah katanya. Kita lihat nanti seperti apa," ujar Prasetyo.
PT VSI sendiri adalah perusahaan yang pernah membeli cessie milik PT Adistra Utama dari BPPN pada tahun 1998. Saat itu, Cessie PT Adistra dilelang oleh BPPN karena tidak sanggup membayar hutangnya kepada Bank Tabungan Negara (BTN) sebesar Rp469 milliar. Alih-alih dibeli dengan harga tinggi, cessie milik PT Adistra ternyata hanya ditebus dengan harga Rp26 milliar oleh PT VSI.
Suatu ketika, PT Adistra ingin menebus cessie miliknya kembali dengan harga yang sama, namun PT VSI menolak dan malah mematok harga Rp2,1 triliun jika PT Adistra ingin membeli lagi cessie tersebut.
Kemudian pada tahun 2012, PT Adistra melaporkan tindakan PT VSI ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta karena mereka menduga adanya praktik korupsi yang dilakukan oknum BPPN dengan PT VSI dalam pengalihan cessie tersebut.
Hingga kini, Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Hal ini dikarenakan pihak korps Adhyaksa sangat berhati-hati dalam menangani kasus tersebut.
"Victoria masih dicari tersangkanya ya. Seperti tadi, kami harus hati-hati," ujar Prasetyo. (ase)