Kredit Macet Jadi Masalah Terbesar Perbankan RI
Jumat, 11 September 2015 - 13:12 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Komisaris Independen PT Bank Mandiri Tbk, Goei Siaow Hong, mengatakan 78 persen permasalahan bank di Indonesia adalah kredit macet.
Baca Juga :
Dalam paparannya bertajuk "Memahami Industri Perbankan", dia mengatakan, menurut Otoritas Jasa Keuangan, perbankan Indonesia memiliki empat risiko utama. Pertama, risiko kredit, yakni kerugian kemungkinan gagal bayar dari kreditur bank.
Kedua, risiko kredit yang disebabkan karena perubahan suku bunga dan nilai tukar mata uang. Ketiga, risiko operasional perbankan, meliputi sistem, manusia, proses internal, dan kejadian eksternal.
Terakhir, risiko likuiditas akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dan sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan.
"Sementara itu, permasalahan tertinggi dan terbanyak yang dihadapi perbankan Indonesia adalah kredit macet. Sehingga, ada beberapa bank yang sangat selektif," tuturnya di Hotel Harris, Malang, Jumat 11 September 2015.
Goei menjelaskan, selain keempat risiko utama itu, bank juga menghadapi risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan.
Untuk itu, katanya, agar menghindari kegagalan bank, dibuatlah regulasi yang mengatur kecukupan modal dan likuiditas. Semakin besar risiko yang diambil bank, maka semakin besar pula modal yang wajib dimiliki bank tersebut.
"Fungsi modal pada sebuah bank adalah melindungi nasabah deposan. Semakin besar modal bank, nasabah semakin dilindungi. Kecukupan modal bank selalu dikaitkan dengan risiko yang diambil oleh bank," katanya.
Goei melanjutkan, modal bank biasanya 10 persen-15 persen dari total aset yang dimiliki. Berarti, sebagian besar kegiatan bank dibiayai oleh pinjaman (dana pihak ketiga).
Dengan demikian, kegagalan bank bisa menyebabkan kerugian yang lebih besar pada pemberi pinjaman dibandingkan pemilik modal bank.
"Makanya, bank memiliki risiko sistemik, yakni kegagalan bank dapat berdampak ke ekonomi jangka panjang," kata Goei. (asp)