ICW Dukung Permendag tentang Timah
Senin, 10 Agustus 2015 - 21:25 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id - Menekan kerugian negara dan dampak lingkungan dari sektor timah ilegal, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 33 Tahun 2015 mengeluarkan beberapa aturan baru tentang ekspor.
Aturan lebih ketat, selain harus bersertifikat CnC (Clean and Clear), kini pemilik ET (Eksportir Terbatas) industri harus membeli bahan baku dari bursa.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesian Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, mengatakan, adanya Permendag 33 Tahun 2015 akan meningkatkan penerimaan negara, baik dari pajak maupun royalti.
"Dengan catatan, pemerintah harus konsisten menjalankan permendag itu. Sebab, saya lihat ada beberapa permendag sejenis di tahun sebelumnya, tapi tidak optimal," katanya di Jakarta, Senin, 10 Agustus 2015.
Dia melanjutkan, ICW mencatat, selama periode 2004-2013, ekspor timah ilegal mencapai sekitar 300.000 metrik ton. Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar Rp50 triliun. Belum lagi negara kehilangan pajak dan royalti sekitar Rp4 triliun.
Selain itu, Permendag 33 Tahun 2015 juga bisa membentengi negara dari kerugian kerusakan alam. Selama ini, kerusakan alam yang diakibatkan penambangan timah ilegal sangat meresahkan. Luasan alam yang rusak tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan negara dari sektor timah.
Baca Juga :
Oleh karena itu, dia menekankan agar pemerintah bisa konsisten menjalankan permendag tersebut. Apalagi, dia melihat masih ada celah bagi pengusaha timah nakal untuk memainkan peraturan tersebut.
Firdaus mengatakan, celah itu bisa dimainkan badan usaha mendapatkan sertifikat CnC. Menurut dia, secara konsep, CnC harus sudah dimiliki per 1 Agustus 2015. Namun, masih banyak badan usaha yang yang belum mendapatkan sertifikat tersebut beranggapan per 1 November 2015.
"Walaupun di permendag, CnC itu bisa meningkatkan pajak dan royalti. Tapi, ICW juga melihat CnC itu cuma syarat administratif. Masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan, seperti masalah pengawasan, izin, dan lainnya," ujarnya.
Di sisi lain, Firdaus menekankan agar pemerintah tidak pandang bulu dalam menerapkan peraturan tersebut. Tak terkecuali diterapkan pada tambang-tambang rakyat dan koperasi yang marak di Bangka Belitung.
Menurut dia, masih banyak tambang ilegal yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat harus ditertibkan. Pemerintah harus mencari solusi mengatasi itu. "Mereka jangan dibiarkan terus ilegal, harus ditata kelola dengan baik," ujarnya.
Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies, Marwan Batubara, mengatakan, selain dapat meningkatkan devisa negara dan menekan dampak kerusakan alam akibat penambangan timah ilegal, Permendag 33 Tahun 2015 menjadikan koordinasi antarlembaga menjadi lebih baik dan tidak ada ego sektoral. Tata kelola timah pun dapat menjadi lebih cakap.
"Permendag 33 Tahun 2015 mengatur asal-usul barang, wajib CnC, mengatur ekspor, wajib melunasi iuran tetap dan royalti termasuk tunggakan sebelum ekspor timah," katanya.
Dia menjelaskan, dengan adanya permendag, ekspor timah melalui satu pintu, yakni melalui bursa. Itu artinya, badan usaha bisa mengatur jumlah barang yang akan diekspor. Selain itu, dengan tata kelola yang baik, harga timah bisa terdongkrak di posisi yang lebih tinggi.
"Kita salah satu produsen timah terbesar. Seharusnya bisa mengatur harga timah. Tapi, saya lihat kita kurang cepat, jadi bisa dimanfaatkan oleh penambang ilegal dari negara asing. Sekarang, CnC itu syarat yang harus dipenuhi, jadi bisa menekan tambang ilegal," ujarnya.