Cairkan DPR soal JPSK, Menkeu Bambang Diapresiasi
Senin, 6 Juli 2015 - 20:44 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna
VIVA.co.id
- Seluruh fraksi di Komisi XI DPR RI menyepakati pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Kesepakatan itu diambil dalam rapat Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 6 Juli 2015.
"Secara bulat seluruh fraksi setuju pencabutan Perppu JPSK dan fase berikutnya membahas RUU JPSK," kata Anggota Komisi XI DPR RI, M.Misbakhun.
Politisi partai Golkar ini mengapresiasi Menteri Keuangan yang dianggap bisa menyelesaikan permasalahan yang selama ini tidak bisa diselesaikan oleh para Menteri Keuangan sebelumnya. Menurutnya, Menkeu Bambang memiliki komunikasi yang baik dengan fraksi-frasksi yang ada di DPR.
"Keputusan itu dengan baik dijalankan Menkeu, sehingga kebuntuan politik bisa diselesaikan dengan baik. Beban sejarah yang buntu itu telah dipecahkan. Ini adalah sejarah dan sebuah prestasi besar," ucapnya.
Baca Juga :
Sebagai informasi, Perppu JPSK adalah satu dari tiga Perppu yang pernah dikeluarkan pemerintah pada tahun 2008. Dua Perppu lainnya adalah tentang Bank Indonesia (BI) dan tentang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Selama ini, DPR RI tidak bisa membahas RUU JPSK yang dibutuhkan untuk merespons kondisi ekonomi saat ini karena Perppu Nomor 4 Tahun 2008 itu belum dicabut. Padahal, bila belajar dari pengalaman krisis Asia, krisis 1998, dan resesi global 2007-2008, pemerintah harus siap bergerak cepat dan fleksibel merespon risiko ataupun krisis yang sudah terjadi.
"Ketidakjelasan payung hukum yang membuat tidak jalan efektif," katanya.
Dari pengalaman selama ini, kata Misbakhun, RUU JPSK perlu disusun dengan memperhatikan beberapa hal. Misalnya, aturan tentang JPSK harus lebih ditujukan untuk pencegahan krisis sehingga sebisa mungkin dihindarkan.
Selain itu, UU JPSK nantinya harus merinci bagian penting hukum yang selama ini diperdebatkan. UU tersebut nantinya juga harus mengkategorikan persoalan krisis yang tegas, sehingga keberadaannya bisa dijadikan landasan hukum yang kuat untuk pemerintah dan otoritas moneter yang ada.
"Golkar berharap prosesnya dilaksanakan secara integratif. Yaitu RUU Bank Indonesia, RUU Perbankan dan Penjaminan Kredit yang jadi prioritas Prolegnas 2015," katanya