Kisah Komikus Indonesia, Dilirik Marvel Comics Sejak 1990
Senin, 25 Mei 2015 - 05:13 WIB
Sumber :
- Viva.co.id/Dyah Pitaloka
VIVA.co.id
- Komikus asal Malang punya kesempatan untuk beradu karya dengan seniman lain di industri komik sebesar Marvel Comics di Kanada. Teguh Santosa, seorang komikus yang berkarya sejak tahun 1960an membuktikan hal itu. Hal ini diutarakan lewat penuturan anak Teguh, Dany Valiandra.
Menurut Dany, ayahnya itu, komikus kelahiran Kepanjen, Kabupaten Malang, mendapat tawaran menggiurkan, yakni direkrut Marvel dengan honor selangit, serta berkarya di Kanada. Hal itu terkuak dalam preview pameran komik karya Teguh Santosa di Malang, Minggu 24 Mei 2015.
Upah itu tergolong sangat besar di era 1990an, jika dibandingkan dengan upah komikus dalam negeri, yang saat itu hanya mendapat sekitar Rp2.000 per lembar. Sayangnya tawaran itu terpaksa ditolak lantaran sang seniman tak sanggup meninggalkan keluarga di Malang.
Kini sejumlah komunitas pencinta komik dan seniman di Malang ingin menghidupkan kembali kesenian komik yang nasibnya tak sebaik kesenian lain seperti lukis atau tari. Sebagai langkah awal, Dany berencana melangsungkan pameran komik karya Teguh pada Oktober nanti di Malang. Pengusaha yang berdomisili di Yogyakarta itu juga mengabarkan kemungkinan komik ayahnya bisa difilmkan di layar lebar,
"Saat ini komik Sandhora sedang di baca Hanung (Hanung Bramantyo, sutradara film Nasional). Saya belum tahu hasilnya seperti apa nanti," katanya.
Terpuruknya industri komik di Malang diakui oleh seniman lukis setempat, Bambang Riadi. Setidaknya, pria yang dahulu sempat menekuni komik dan menjadi asisten Teguh Santosa itu terpaksa banting setir menekuni dunia lukis saja.
"Sekitar 1980an saya membantu Teguh mengerjakan tiga judul komik sekaligus. Tapi setelah itu saya tak lagi menekuni komik dan menjadi pelukis sampai sekarang," kata seniman yang populer dengan nama Eros itu.
Kehadiran komik bernuansa lokal juga dinanti oleh sejumlah warga Malang. Abdi Purmono berharap era kebangkitan komik lokal akan segera kembali dan mewarnai referensi komik lain yang kini didominasi oleh komik Jepang seperti manga dan komik impor lainnya.
Komik menurutnya juga bisa dijadikan media kritikan sosial sekaligus informasi yang mengena dan sarat dengan muatan lokal yang berbeda di setiap daerah.
"Sandhora itu komiknya gabungan kisah roman dan politik, dulu seingat saya juga pernah dibredel karena berbau politik itu. Saya berharap komik lokal bisa booming dan jadi tuan rumah di negeri sendiri," kata dia. (ren)