Eksotisme Candi Hindu, di Tepi Danau Cangkuang
Senin, 27 April 2015 - 12:02 WIB
Sumber :
- Antara/ Feri Purnama
VIVA.co.id -Candi Cangkuang merupakan satu-satunya candi Hindu di Jawa Barat yang berhasil dipugar hingga saat ini. Candi ini terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.
Lokasi candi ini berada pada ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut. Untuk menuju candi ini, selama dalam perjalanan, Adna akan melewati keindahan hamparan sawah yang menghijau dan empat gunung besar di Jawa Barat.
Gunung tersebut yaitu Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung Guntur. Pemerintah daerah Kabupaten Garut menjadikan daerah ini sebagai obyek wisata budaya dan wisata alam.
Menurut Indonesia Travel, Candi Cangkuang merupakan candi peninggalan Hindu abad ke-8 yang direkonstruksi tahun 1978. Pada bangunan aslinya hanya tersisa sekitar 40 persen dari reruntuhan saat ditemukan, dan selebihnya candi ini dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.
Candi Cangkuang pertama kali ditemukan tahun 1966 oleh tim peneliti berdasarkan laporan tulisan Vorderman dalam buku “Notulen Bataviaasch Genootschap” tahun 1893. Buku itu menyebutkan adanya sebuah arca yang rusak serta makam leluhur Arief Muhammad di Leles.
Candi Cangkuang berdiri di daratan mirip pulau kecil di tengah danau bernama Situ Cangkuang, jadi Anda perlu menggunakan rakit untuk mencapainya. Di dataran ini juga Anda akan melihat pemukiman adat Kampung Pulo dan makam Embah Arief Muhammad.
Awalnya ada seorang lelulur Kampung Pulo utusan Kerajaan Mataram bernama Embah Dalem Arief Muhammad. Beliau diutus untuk menyerang VOC di Batavia, namun karena peyerangan gagal, ia pun malu dan takut untuk melapor ke Mataram. Maka ia dan pengikutnya memilih berdiam di Desa Cangkuang dan menyebarkan agama Islam di sini.
Nama Candi Cangkuang sendiri diambil dari nama desa sekaligus adalah nama tanaman Pandanus furcatus yang banyak terdapat di sekitarnya. Daun tanaman cangkuang sering dimanfaatkan penduduknya untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren.
Awalnya penemuan situs ini hanyalah berupa batu fragmen dari sebuah candi dan makam kuno serta arca Siwa yang telah rusak. Arca ini wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang.
Posisi arca bersila di atas padmasana ganda dengan kaki kiri menyilang datar, alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi yang telinganya mengarah ke depan. Dengan kepala nandi ini para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha.
Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga. Selain arca ditemukan juga peninggalan pra sejarah berupa alat dari batu obsidian, pecahan-pecahan tembikar dari zaman Neolithicum dan batu-batu besar dari kebudayaan Megalitikum.
Saat di sini pengunjung dapat menaiki rakit dan berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Danau kecil ini dihiasi bunga teratai dan eceng gondok. Berfotolah di sini karena pemandangan alamnya sungguh luar biasa seakan kembali ke zaman dahulu.
Baca Juga :
Lokasi candi ini berada pada ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut. Untuk menuju candi ini, selama dalam perjalanan, Adna akan melewati keindahan hamparan sawah yang menghijau dan empat gunung besar di Jawa Barat.
Gunung tersebut yaitu Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung Guntur. Pemerintah daerah Kabupaten Garut menjadikan daerah ini sebagai obyek wisata budaya dan wisata alam.
Menurut Indonesia Travel, Candi Cangkuang merupakan candi peninggalan Hindu abad ke-8 yang direkonstruksi tahun 1978. Pada bangunan aslinya hanya tersisa sekitar 40 persen dari reruntuhan saat ditemukan, dan selebihnya candi ini dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.
Candi Cangkuang pertama kali ditemukan tahun 1966 oleh tim peneliti berdasarkan laporan tulisan Vorderman dalam buku “Notulen Bataviaasch Genootschap” tahun 1893. Buku itu menyebutkan adanya sebuah arca yang rusak serta makam leluhur Arief Muhammad di Leles.
Candi Cangkuang berdiri di daratan mirip pulau kecil di tengah danau bernama Situ Cangkuang, jadi Anda perlu menggunakan rakit untuk mencapainya. Di dataran ini juga Anda akan melihat pemukiman adat Kampung Pulo dan makam Embah Arief Muhammad.
Awalnya ada seorang lelulur Kampung Pulo utusan Kerajaan Mataram bernama Embah Dalem Arief Muhammad. Beliau diutus untuk menyerang VOC di Batavia, namun karena peyerangan gagal, ia pun malu dan takut untuk melapor ke Mataram. Maka ia dan pengikutnya memilih berdiam di Desa Cangkuang dan menyebarkan agama Islam di sini.
Nama Candi Cangkuang sendiri diambil dari nama desa sekaligus adalah nama tanaman Pandanus furcatus yang banyak terdapat di sekitarnya. Daun tanaman cangkuang sering dimanfaatkan penduduknya untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren.
Awalnya penemuan situs ini hanyalah berupa batu fragmen dari sebuah candi dan makam kuno serta arca Siwa yang telah rusak. Arca ini wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang.
Posisi arca bersila di atas padmasana ganda dengan kaki kiri menyilang datar, alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi yang telinganya mengarah ke depan. Dengan kepala nandi ini para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha.
Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga. Selain arca ditemukan juga peninggalan pra sejarah berupa alat dari batu obsidian, pecahan-pecahan tembikar dari zaman Neolithicum dan batu-batu besar dari kebudayaan Megalitikum.
Saat di sini pengunjung dapat menaiki rakit dan berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Danau kecil ini dihiasi bunga teratai dan eceng gondok. Berfotolah di sini karena pemandangan alamnya sungguh luar biasa seakan kembali ke zaman dahulu.