Cara Anak Buah Adik Bos Sentul City Agar Tak Disadap KPK
- VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id - Anak buah Haryadi Kumala, adik bos Sentul City, Cahyadi Kumala, yang bernama Djoenaidy Abdoel Wahab mengaku pernah diberi sebuah telepon genggam tak lama usai petugas Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Yohan Yap.
Yohan merupakan kurir dari Cahyadi Kumala, yang ditangkap petugas KPK usai mengantarkan uang suap kepada Bupati Bogor ketika itu, Rachmat Yasin pada Rabu 7 Mei 2014.
Djoenaidy menyebut handphone tersebut diberikan oleh karyawan Haryadi lainnya yang bernama Rhina Sitanggang. "(Handphone diserahkan) kalau nggak salah hari Jumat," kata Djoenaidy saat bersaksi untuk terdakwa Cahyadi Kumala alias Swie Teng, di Pengadilan Tipikor, Rabu 15 April 2014 malam.
Menurut dia, Rhina menyebut tujuannya memberikan telepon genggam tersebut adalah untuk menghindari penyadapan KPK. "Rhina sempat bicara sama saya bahwa beli handphone karena yang lain ini operasional. Ini jadi untuk supaya tidak disadap KPK," ungkap dia.
Kendati demikian, Djoenaidy menyebut dia tidak menggunakan telepon tersebut. Lantaran dia beranggapan meski menggunakan telepon genggam yang baru, tidak akan bisa menangkal penyadapan KPK. "Menurut saya sih sama saja, ganti berapa pun sama," ujar dia.
Rhina yang turut dihadirkan sebagai saksi berkelit, saat ditanya mengenai tujuan dia membeli sejumlah telepon genggam usai Yohan Yap tertangkap. Awalnya, dia berkelit bahwa pembelian itu dimaksudkan untuk menghindari penyadapan, melainkan untuk memperlancar komunikasi dengan office boy (OB) di kantornya.
"Keterangan masalah beli HP takut disadap gitu, karena kan saya beli HP, karena kami kesulitan. Masalah takut disadap, semua orang takut disadap, tetapi kami kan bukan itu tujuannya. Masak bicara dengan OB takut disadap Pak," ujar dia.
Namun, Rhina tidak bisa berkelit, ketika Jaksa mengonfirmasi keterangan Djoenaidy yang mengungkapkan bahwa pembelian telepon memang tujuannya menghindari sadapan KPK.
"Apakah yang tadi disampaikan Djoenaidy betul, Saudara bilang seperti itu," tanya Jaksa KPK. Rhina langsung membenarkannya. "Iya," jawab dia.
Pada beberapa persidangan Cahyadi Kumala sebelumnya, sejumlah saksi diketahui mengubah berita acara pemeriksaan, saat dihadirkan di depan sidang. Dua anak buah Cahyadi yakni Lusiana Herdin dan Rossely Tjung alias Shirley Tjung, termasuk di antaranya.
Salah satu keterangan yang diubah di persidangan adalah terkait adanya uang dari PT Brilliant Perdana Sakti (BPS) ke PT Multihouse Indonesia. Jaksa KPK meyakini bahwa uang tersebut adalah uang suap yang diberikan ke Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor.
Sherly dalam keterangannya, pernah menyebut sebagian uang yang diduga sebagai uang suap sejumlah Rp1 miliar ada kaitannya dengan pemberian ke Rachmat Yasin. Dia menyebut, uang tersebut merupakan uang muka pernikahan anak Cahyadi Kumala.
Lantaran tidak sesuai dengan isi BAP pada saat penyidikan, Ketua Majelis Hakim Sutio Jumagi mengingatkan bahwa ada sanksi pidana bagi saksi yang memberikan keterangan, atau sumpah palsu.
"Kalau di sini (BAP), pada saat pertemuan tersebut, Cahyadi Kumala berkata 'nanti kalau ditanya BPS sampaikan punya Pak Asie', Cahyadi berpesan duit atas seizin Pak Asie," ujar Hakim Sutio
Selain itu, anak buah Cahyadi Kumala lainnya, Lusiana Herdin juga sempat ditegur oleh Hakim. Lusiana Herdin yang ikut mengubah BAP, menyebut memberi keterangan tidak benar pada saat diperiksa di penyidikan, karena khawatir terseret perkara. (asp)
![vivamore="Baca Juga :"]