Pedagang Pakaian Bekas di Jambi Tak Risau Bakal Gulung Tikar

Pemerintah larang impor pakaian bekas.
Sumber :
  • VIVAnews/Ramond EPU

VIVA.co.id - Salah seorang pedagang pakaian bekas kawasan Pasar Talang Banjar, Kota Jambi, mengaku bisa meraup omzet hingga Rp3 juta per hari dari berjualan pakaian bekas.

“Karena ramai dan banyak pelanggan, tiap hari mereka datang,” ujar Wati, salah seorang pemilik lapak pakaian bekas Pasar Talang Banjar, Selasa, 10 Februari 2015.

Meski demikian, semenjak larangan penjualan pakaian bekas oleh Kementerian Perdagangan diumumkan, Wati bersama pedagang lainnya mengaku kesulitan mencari pasokan pakaian bekas.

Selama ini, kata dia, pasokan pakaian bekas banyak berasal dari Kualatungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kualatungkal merupakan daerah pelabuhan dan pintu masuk barang impor masuk ke Jambi. Namun kali ini, Wati dan pedagang pakaian bekas di Jambi mulai banyak mengambil barang dari Medan, Sumatera Utara.

Ia menyebutkan, untuk produk baju bekas kebanyakan didatangkan dari tiga negara, yakni Malaysia, Singapura dan Amerika Serikat.

Meski ada larangan berjualan pakaian bekas, nyatanya sejumlah titik lokasi penjualan barang "second" di Kota Jambi ini tetap saja ramai.

Para pembeli beralasan, selain karena murah harganya, yakni antara Rp10-70 ribu per potong. Embel-embel sebagai produk impor juga menjadi pilihan tersendiri. Baju bekas impor dinilai masih bagus, apalagi celana atau baju bekas bermerek.

“Kami sering beli baju bekas, biasanya sebelum dipakai, dicuci dahulu. Jadi kumannya mati. Selama ini juga tidak ada orang sakit karena gunakan pakaian bekas,” ujar Akhmad salah seorang warga Talang Banjar, Kota Jambi.



Tak risau bakal gulung tikar

Penjual pakaian bekas di Kota Jambi mengaku tidak khawatir lapak dagangannya ditutup, meski pemerintah telah melarang karena produk impor pakaian bekas rawan ditengarai berisiko menularkan penyakit kulit dan virus berbahaya bagi kesehatan manusia.

Alasannya, setiap bulan pedagang menyetor kepada seorang bekingan yang berasal dari aparat pemerintah daerah.

Menurut Wati, pemerintah tidak akan bisa menutup lapak pakaian bekas. Sebab, pakaian bekas tetap saja akan dicari pembeli. Apalagi permintaan konsumen juga tinggi.

“Lihat saja sekarang, meskipun isu sudah beredar masih banyak pelanggan yang datang. Kalaupun bakal ditutup, paling hanya sementara. Lapak di sini masing-masing sudah punya bekingan orang pemerintah dan kami juga membayar besar setiap bulannya,” kata Wati.

Wati berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali larangan bisnis produk pakaian bekas yang diimpor. Sebab, bisnis tersebut sudah berjalan bertahun-tahun di Jambi.

“Apalagi sudah banyak sekali keluarga yang kehidupannya bergantung dari berjualan baju bekas, pemerintah juga harus memikirkan itu,” kata dia.

Baca juga: