Kisah Pedagang Apel Malang Berburu Apel ke Luar Kota
- D.A.Pitaloka/Malang
VIVA.co.id - Pedagang Apel di Kota Batu, Malang, mengalami peningkatan permintaan setelah adanya pelarangan sejumlah merek apel impor oleh Kementerian Perdagangan. Untuk memenuhi permintaan pasar, pedagang harus berburu apel hingga ke beberapa daerah di wilayah Kabupaten Malang dan Pasuruan.
"Permintaannya naik, berapapun stok yang ada selalu terkirim. Saya kirim sekitar 5,5 ton apel segar setiap hari," kata Maria, pedagang apel di Pasar Besar Kota Batu, Kamis 5 Februari 2015. Kebutuhan itu, menurutnya, tak bisa dipenuhi dari kebunnya yang seluas 3 hektare.
Dari hasil kebun yang bisa dipanen setiap enam bulan sekali, dia hanya bisa menghasilkan sekitar 35 ton apel.
Maka dari itu, untuk memenuhi permintaan dari sejumlah daerah di Indonesia, Maria harus membeli apel dari petani lain di Kota Batu. Itu pun masih belum bisa memenuhi permintaan yang tak henti mengalir ke tempatnya.
"Setelah apel impor dilarang ada peningkatan permintaan sampai 30 persen. Tapi, tidak semua permintaan bisa kami penuhi karena tergantung stok yang ada. Saya rutin kirim ke Bali, Lombok, Pontianak, Solo, Yogyakarta dan juga Malang," katanya.
Selain itu, untuk memenuhi pasar yang seolah tak pernah berhenti meminta, Maria sering berburu Apel ke sejumlah kota di sekitar Batu. Mulai dari Desa Nongkojajar di wilayah Kabupaten Pasuruan dan daerah Pujon dan Tumpang di wilayah Kabupaten Malang.
Menurutnya, produksi Apel Batu terus menurun dan tak lagi sebanyak sebelumnya. "Sejak masuk tahun 2000 ini mulai turun. Sepertinya karena lahan semakin sempit dan tanah tak subur lagi. Daerah Bumiaji sekarang malah banyak petani tebu," tuturnya.
Maria yang juga petani apel merasa kondisi tersebut bisa diubah jika petani apel di Batu mendapatkan pengetahuan baru untuk mengolah tanah agar tetap subur dan produksi apelnya memiliki penampilan yang cantik. Dia pun menyampaikan bahwa sejumlah program pemerintah setempat yang pro petani, salah sasaran dan tak berdampak banyak pada petani buah.
Batu punya program tanaman organik, tapi kelompok tani yang dapat bantuan program itu adalah kelompok tani baru dengan produksi kecil. Sedangkan yang lama tidak tersentuh program.
"Apel impor bentuknya cantik, tapi rasanya kalah dengan lokal. Seandainya kami diberi pengetahuan baru, pasti kami bisa menghasilkan apel lokal yang bentuknya cantik," tambahnya. (one)
Baca juga: