Ironis, Tiongkok Hasilkan Cengkeh Lebih Besar dari Indonesia
VIVAnews - Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh terbanyak di dunia, yaitu mencapai 73.000 ton per tahun, dengan luas lahan mencapai 31.450 hektare tanaman cengkeh.
Namun, dengan luas lahan tersebut, masih kalah dengan produksi cengkeh dari negara Tiongkok. Hanya dengan luas lahan 1.000 hektare, negeri Tirai Bambu itu mampu menghasilkan 11.500 kilogram per hektare.
"Masih sangat disayangkan, di Indonesia per hektarenya hanya mampu menghasilkan cengkeh sebanyak 2.202 kilogram," kata Aswar Abubakar, Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, Kementrian Pertanian RI di sela-sela acara deklarasi ASEAN Clove Spice Association (ASCA) atau Asosiasi Rempah Cengkeh ASEAN di Yogyakarta, Rabu 3 Desember 2014.
Menurut dia, masih rendahnya tingkat produksi cengkeh di Indonesia, karena trauma yang dihadapi petani cengkeh, ketika harga jatuh beberapa tahun yang lalu.
"Akibatnya, banyak pohon cengkeh yang dibiarkan terbengkelai dan tidak dirawat, bahkan ditebang. Butuh waktu yang panjang untuk memperbaiki tanaman cengkeh yang kini masih hidup," tambahnya.
Meski demikian, permintaan cengkeh yang meningkat untuk kepentingan industri dan harga cengkeh yang relatif mahal, yaitu Rp130 ribu per kilogramnya, mendorong petani kembali menseriusi tanaman cengkeh.
"Untuk ekspor cengkeh, dalam satu tahunnya bisa mencapai US$25 juta. Sedangkan kebutuhan cengkeh untuk domestik juga cukup tinggi, terutama untuk pabrik rokok sigaret di Indonesia," jelasnya.
Tingkatkan produksi
Aswar menegaskan, dengan luas lahan yang ada dan digarap lebih dari 1.000 petani cengkeh di Indonesia, maka untuk meningkatkan produksi tidak perlu perluasan lahan.
"Memperbaiki lahan dan tanaman yang ada, serta diversifikasi produk turunan dari cengkeh saja, seperti untuk minyak pewangi, pengawet makanan non kimia, kosmetik, dan masih banyak lagi kegunaan cengkeh," terangnya.
Selain itu, dia menyatakan, apabila terlalu banyak memproduksi cengkeh sementara permintaan tetap, dikhawatirkan harga justru akan jatuh kembali.
Pada kesempatan yang sama, I Ketut Budiman Mudara selaku Ketua ACSA menyampaikan bahwa keberadaan ACSA diharapkan bisa menjadi jembatan, atau melindungi petani cengkeh di Indonesia, sehingga kasus BPPC (badan penyangga dan pengelolaan cengkeh) tidak terulang kembali.
"ACSA ingin petani cengkeh sejahtera dan tidak dipermainkan oleh tengkulak seperti zaman dahulu," ungkapnya.
Budiman menerangkan, petani cengkeh di Indonesia saat ini, terbanyak di Maluk dan kondisinya lebih baik dibandingkan beberapa tahun silam dengan harga cengkeh yang relatif stabil.
"Kita berusaha, agar harga cengkeh tetap kompetitif dan petani kembali menggeluti usaha cengkehnya," sambungnya lagi.
Untuk Yogyakarta, setidaknya terdapat sekitar 600 hektare yang kebanyakan berada di wilayah Kulonprogo. Namun, tidak semua lahan yang ada tanaman cengkehnya dalam kondisi baik, sehingga perlu adanya penanganan lebih lanjut dan juga peremajaan tanaman cengkeh.
"Jika saat ini ada peremajaan di lahan cengkeh yang rusak, lima tahun ke depan sudah dapat dirasakan manfaatnya," tambah Budiman.
BACA JUGA:
(asp)