Harga Minyak Turun, Jokowi Cukup Naikkan BBM Rp2.000
Rabu, 22 Oktober 2014 - 14:54 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Skenario rencana Presiden Joko Widodo dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter pada tahun ini sangat ditunggu-tunggu oleh para pelaku pasar.
Namun, terkait besaran harga BBM tersebut, Kepala Riset Bahana Sekuritas, Harry Su, mengatakan bahwa jika Jokowi menaikkan BBM subsidi di tahun sebesar Rp2.000 saja sudah cukup.
"Jika awalnya sebesar Rp3.000, kalo sekarang Rp2.000 saja cukup," kata Harry, di Gedung CIMB Niaga Jakarta, Rabu 22 Oktober 2014.
Baca Juga :
Namun, terkait besaran harga BBM tersebut, Kepala Riset Bahana Sekuritas, Harry Su, mengatakan bahwa jika Jokowi menaikkan BBM subsidi di tahun sebesar Rp2.000 saja sudah cukup.
"Jika awalnya sebesar Rp3.000, kalo sekarang Rp2.000 saja cukup," kata Harry, di Gedung CIMB Niaga Jakarta, Rabu 22 Oktober 2014.
Menurutnya, hal itu karena saat ini harga minyak dunia sedang turun menjadi sebesar US$95 per barel, sehingga dengan naik di angka itu dirasa cukup untuk mendukung perekonomian negara.
"Kalau kita naikkan Rp2.000,
average
nya Rp133 triliun yang bisa diselamatkan untuk keperluan lain yang lebih produktif," imbuhnya.
Kemudian, dengan kenaikan harga sebesar itu, pihaknya memperkirakan inflasi di tahun 2015 sebesar menjadi 8,38 persen, yang berarti naik 288 basis poin dari
current base
level sebesar 5,5 persen.
Sebelumnya, penasihat Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla, Luhut Pandjaitan, juga menyebutkan, harga BBM bersubsidi akan naik sebesar Rp3.000 per liter mulai November nanti.
“Kami telah berdiskusi dengan tim dari presiden terpilih dan akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter pada November. Dengan begitu, akan ada alokasi yang lebih besar untuk infrastruktur,” kata Luhut.
Luhut yakin bahwa kebijakan yang diambil Jokowi-JK itu tidak akan mendapat penolakan serius dari DPR. Karena, kenaikan harga BBM bersubsidi itu dalam perhitungan tim transisi maupun koalisi Jokowi-JK sudah menjadi keniscayaan.
“Secara informal saya tidak melihat ada masalah. Masalah ini sudah didiskusikan dengan beberapa anggota DPR dan mereka sepakat,” tuturnya.
Namun, Luhut mengakui, masalah terbesar dari kebijakan ini adalah potensi penolakan masyarakat. Berbagai aksi demonstrasi memang biasanya terjadi saat pemerintah menaikkan harga BBM.