Yohanes Surya: Peneliti Digaji Besar Agar Tak 'Nyambi' Sana-sini
Senin, 18 Agustus 2014 - 10:37 WIB
Sumber :
- VIVAnews / Agus Tri Haryanto
VIVAnews
- Tak dipungkiri, riset merupakan tonggak kemajuan suatu bangsa. Begitulah ucapan yang terlontar dari mulut Yohanes Surya, fisikawan pendiri Surya Institute.
Sampai saat ini, kata dia, Indonesia hanya sebagai negara pemakai jasa riset dari negara lain, sehingga tanah air ini sulit untuk mengembangkan diri dan bersaing dengan negara maju.
"Riset bagi Indonesia itu penting. Misalnya, ketika ada handphone baru, kita ramai-ramai membelinya. Jadi yang kaya kan orang lain," ungkapnya.
Yohanes mencontohkan bahwa dulu Samsung bukanlah merek ternama, malah dianggap jelek. Namun, kata dia, berkat keinginan yang kuat serta dukungan dari pemerintah Korea Selatan, keberadaan Samsung mulai diperhitungkan.
"Padahal kita juga bisa. Samsung sekarang kan jago, pemerintah (Indonesia) misalnya bilang 'ayo kita kalahkan Samsung 15 tahun lagi', dukung terus, masak enggak bisa. Asal ada kemauan dan riset-risetnya (dikembangkan) pasti bisa," paparnya.
Baca Juga :
"Kita bisa bikin mobil tapi mobil terdepan. Biar kita sejajar dengan negara lain, kita bikin mobil terbang. Sekarang kan belum ada. Nanti kan kita jadi sekelas sama (negara) yang terdepan. Pemerintah Indonesia bilang kalau kita akan jadi terdepan dengan produksi mobil masa depan. Dari sekarang 10 tahun lagi kita nomor 1. Kejar saja," tuturnya.
Rencana itu pun perlu didukung instansi terkait. Misalnya keinginan pemerintah yang sungguh-sungguh dengan disokong dana melimpah.
"DPR saja harus dukung Sekarang kan DPR bilang 'ah teknologi, gak usah'. DPR mentalnya dulu. Pemikiran dia, mementingkan teknologi buat ekonomi atau enggak. Kalau enggak, ya cut," ujarnya.
Yohanes memaparkan dengan tersebarnya para peneliti asal Indonesia hebat yang tersebar di penjuru dunia. Indonesia perlu menarik mereka, setidaknya, kata dia, para peneliti itu akan berperan penting bagi perkembangan negeri ini. Lebih lanjut lagi, ucap Yohanes, para peneliti itu diberikan fasilitas riset yang layak dan dana APBN, yang misalnya Rp1.000 triliun, tiga persennya buat riset.
"Saya bayangkan minimal Rp100-150 triliun tiap tahun, kalau mau hebat. Kenapa? Supaya mereka bisa riset, dapat penghasilan cukup, sehingga tidak nyambi ngajar sana, ngajar sini," katanya.