Derita Hidup Wanita Tertinggi di Dunia
Jumat, 31 Januari 2014 - 06:15 WIB
Sumber :
- YouTube/Barcroft TV
VIVAlife - Diberkahi tubuh tinggi bukan berarti hidup jadi lebih mudah. Mereka memang lebih gampang masuk ke dalam pekerjaan tertentu, atau minimal dikagumi banyak orang. Tapi dari sisi medis, ada banyak kendala yang tak pernah terpikirkan banyak orang.
Baca Juga :
Ini dialami Siddiqa Parveen, wanita asal India yang dinobatkan Guinness World Records sebagai wanita tertinggi di dunia. Tubuhnya menjulang. Sekitar 7 kaki 8 inchi atau 2,3 meter. Berat tubuhnya 129 kilogram.
Semasa hidup, ia diintai penyakit yang mengancam nyawa. Ia masih punya kesempatan hidup, setelah menjalani operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis. Tumor ini memproduksi hormon berlebih yang berpengaruh pada tinggi badan.
Dokter mengatakan, tulang-tulang di punggungnya patah dan mengakibatkan Parveen tak bisa berdiri selama bertahun-tahun. Tumor juga menempatkannya pada risiko kebutaan.
Untuk menjalani pengangkatan tumor pun, Parveen harus menjalani proses yang tak mudah. Ia melalui perjalanan lebih dari 1.000 mil dari desa kecilnya di Bengal Barat, menuju All India Institute of Medical Sciences di New Delhi, India.
Operasi sempat tersendat, saat ahli bedah saraf memasukkan endoskopi melalui lubang hidungnya. Ini terjadi lantaran kepala Parveen terlalu besar. Padahal tumor akan dikeluarkan melalui lubang hidung.
"Akses tumor dengan alat instrumen kami jadi sulit. Selain itu, ia mengalami kesulitan berbaring karena beberapa tulang punggungnya patah," kata PK Bithal, kepala neuroanesthesiology seperti dikutip Huffington Post.
Kendala lain, wanita itu mengalami pendarahan. Dokter juga dibuat kewalahan mencari meja bedah seukuran tubuhnya. Tempat tidur yang dimiliki rumah sakit hanya berukuran 6 kaki atau sekitar 1,8 meter.
Tumor berhasil diangkat, tapi masalah kesehatan Parveen belum selesai. Ia harus mengikuti proses penyembuhan yang panjang. Belum lagi, ia harus jalan membungkuk tatkala tulang belakang patah dan memerlukan pengobatan tambahan.
Dilansir Mirror, masalah lain muncul. Ia harus dirawat karena mengidap krisis psikososial, keadaan di mana lingkungan membuat hidupnya terisolasi.
"Selama ia hidup, ia sangat terbatas melakukan hal dengan orang lain. Satu-satunya orang yang diajak berkomunikasi adalah guru tua di daerahnya, itu pun hanya berbicara dengan Bahasa Bengali," kata Ashish Suri, ahli saraf dari All India Institute of Medical Sciences. (eh)