"The Raid 2: Berandal" Mengguncang Festival Film Internasional

The Raid 2
Sumber :
  • facebook.com/pages/Berandal-The-Raid

VIVAlife - Film yang dibintangi anak negeri kembali menorehkan kebanggaan untuk Indonesia. The Raid 2: Berandal alias The Raid 2: Redemption, baru saja “mengguncang” Sundance Film Festival 2014. Diputar perdana di sana, aksi Iko Uwais dkk langsung mendapat sambutan antusias.

Laman Telegraph menyebut film besutan sutradara Gareth Evans itu lebih variatif dari segi aksi. Berbeda dengan seri sebelumnya, The Raid, aksi yang dipamerkan tak hanya seni bela diri klasik. Masing-masing pahlawan dalam film The Raid 2: Berandal punya “senjata andalan”.

Julie Estelle misalnya, punya palu dan cakar. Very Tri Ulisman tampil gahar dengan tongkat baseball. Perkelahian yang lebih agresif itu juga memicu perubahan dalam karakter Rama yang diperankan Iko Uwais. Kali ini, ia lebih ambisius.

Iko ditampilkan bukan lagi sebagai sekadar anak buah yang lemah. Ia menjadi polisi andalan yang menyamar untuk menyusup ke kelompok jahat yang dipimpin Arifin Putra. Nyawa keluarganya juga dipertaruhkan.

Telegraph juga memuji kontras yang dipamerkan Evans. Setelah penonton diajak tenggelam dalam pesta di klub malam, mendadak adegan berganti menjadi keheningan di gang sempit. Dengan begitu, penonton seperti menanti-nanti kapan kondisi damai itu “dihancurkan” oleh pertumpahan darah.

“Mungkin sedikit berlebihan soal kekerasan, tapi ada keindahan dalam kebrutalan,” tulis Amber Wilkinson, jurnalis Telegraph.

Sedikit berbeda, laman Guardian menulis The Raid 2: Berandal "lembek” di sekitar 45 menit pertama. Henry Barnes, sang jurnalis bahkan menyebutnya seperti film yang penuh “hafalan”. Namun, setelah itu ritme film kembali seperti semula: penuh aksi mendebarkan.

Menurut laman itu, The Raid 2: Berandal lebih punya plot dari film pertamanya. Namun, alur ceritanya juga lebih berputar-putar. Barnes juga menilai, film Evans kali ini kurang sesuai dengan ciri khas The Raid. Sebab, latar  yang digunakan lebih banyak di ruang terbuka.

The Raid khas karena keterbatasan. Satu polisi dengan sejumlah penjahat di menara adalah titik jualnya. Bertempur di jalanan terbuka bukan khas The Raid. Film ini juga terlalu lama,” tulisnya.

Meski begitu, Evans tetap sukses menangkap “seni kekerasan”. Suara dan efek gerak yang ditampilkan sangat brilian. Meski aksi-aksinya terkesan kejam, namun sekaligus indah.

The Hollywood Reporter juga memuji unsur laga dalam film The Raid 2: Berandal. Apalagi stamina Iko Uwais yang tak habis-habis meski pertempuran terus terjadi.

Namun, sekali lagi yang dikritik adalah alur film yang terlalu berbelit-belit. “Film ini tidak seketat film sebelumnya. Dan lebih berputar-putar sehingga menuntut konsentrasi,” tulis jurnalis David Rooney.

Ia maklum alurnya lebih kompleks. Sebab, lebih banyak pula jagoan dalam film itu. Alur rumit diperlukan untuk menjaga berbagai karakter tetap terhubung dengan lurus. Hanya saja, kerumitan itu terkadang membuat penonton harus berpikir beberapa menit untuk menentukan, siapa memerangi siapa.

“Kalau konflik saudara adalah inti kisah The Raid, film The Raid 2: Redemption didominasi oleh kesenjangan antara ayah dan anak,” ungkap Rooney soal film berdurasi 2,5 jam itu.

Ia juga menilai, film itu kurang unik. Bagi Rooney, ada kemiripan antara The Raid 2: Berandal dengan film-film soal mafia Jepang yang ditampilkan Quentin Tarantino, Nicholas Winding Refn, atau Takeshi Kitano. Tapi, tetap saja, The Raid 2: Berandal menyuguhkan seni bela diri yang memukau.

Di laman Rotten Tomatoes yang mengumpulkan sekitar 10 ulasan film itu dari berbagai media, disimpulkan bahwa nilai untuk The Raid 2: Berandal adalah 8,3 dari 10. Persentasenya sekitar 91 persen positif. Terbilang cukup tinggi dan membanggakan. (ms)