Rupiah Tak Terbendung, Perkasa di 11.557/US$
VIVAnews - Rencana pengumuman skema pembelian aset-aset buruk perbankan oleh pemerintah Amerika Serikat tak hanya mengangkat harga saham-saham di kawasan regional dan global, rencana itu juga memicu sentimen positif di pasar uang.
Rupiah pun ikut terkena imbasnya. Mata uang ini mengalami penguatan signifikan ke level 11.557/US$ pada pukul 16.15 WIB, Senin 23 Maret 2009. Rupiah pertama kali berada di level 11.500-11.600/US$ awal Februari lalu. Posisi kali ini merupakan posisi terkuat sejak hampir dua bulan lalu.
Selain faktor global terkait pembelian aset-aset buruk bank, penguatan juga dipicu rencana pemerintah Jepang memberikan tambahan dana stimulus ekonomi untuk mengatasi krisis di negara ekonomi terkuat kedua di dunia tersebut.
Jika pada data indeks mata uang Bloomberg, rupiah bertengger di 11.557/US$. Di pasar uang antarbank Jakarta, rupiah menyentuh angka 11.550/US$. Sedangkan kurs tengah mata uang asing Bank Indonesia, rupiah berada di posisi Rp 11.760/US$, jauh menguat dibandingkan akhir pekan lalu di 11.833/US$. Kurs tengah BI berubah setiap pukul 12.00 WIB.
Penguatan rupiah ini diakui pengamat pasar uang Tony Mariano saat dihubungi VIVAnews tidak terlepas dari kondisi global, di mana kebijakan-kebijakan yang mengarah positif selalu membuat dolar melemah sehingga mata uang lainnya menguat. Salah satunya kebijakan The Fed membeli obligasi pemerintah AS senilai US$ 1 triliun.
Secara teori, kata Tony, meski The Fed belum mengucurkan dana itu ke pasar, kebijakan itu direspons positif pasar di seluruh dunia sehingga membuat dolar melemah secara global.