Jamsaren, Pondok Pesantren Tertua di Tanah Jawa
Kamis, 18 Juli 2013 - 06:12 WIB
Sumber :
VIVAnews
- Berdiri sejak tahun 1750 M, pondok pesantren Jamsaren diklaim sebagai pondok tertua di Pulau Jawa. Pesantren tersebut berdiri pada masa pemerintahan Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Sunan Pakubuwono IV
Nama Jamsaren diambil dari nama Kiai Jamsari, pendiri pondokan itu. Di dalam pondok pesantren masih berdiri kokoh masjid tua yang keberadaannya lebih dulu ada ketimbang pondokan itu. Masjid itu merupakan saksi berdirinya pondok pesantren tertua itu.
Selain bangunan masjid, bangunan kuno yang masih tersisa di pondok pesantren itu adalah pendopo dan rumah tempat tinggal sang kiai. Pendopo yang dulunya untuk tempat mengaji santri sudah berubah fungsi menjadi taman kanak-kanak Al Islam Jamsaren yang berada di bagian timur bangunan masjid.
Baca Juga :
Cikal bakal berdirinya pondok pesantren tersebut tak lain karena kekhawatrian Raja Pakubowono IV dengan kondisi masyarakatnya yang meyakini aliran kepercayaan atau animisme. Selain itu, tindakan maksiat dan kejahatan juga merajalela pada masa itu. Sehingga raja mendatangkan para ulama ke Surakarta.
Salah satunya adalah Kiai Jamsari dari Banyumas yang diberi tempat tinggal sekitar tiga kilometer arah barat daya dari pusat pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta. Kiai Jamsari diberi kebebasan untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. Dia kemudian mendirikan masjid. Tidak hanya masyarakat umum, kalangan bangsawan dan pejabat istana menjadi muridnya.
Ajaran Islam yang diajarkan Kiai Jamsari dapat diterima masyarakat. Islam kemudian berkembang secara luas di wilayah Surakarta. Kampung yang ditinggali Kiai Jamsari kemudian terkenal dan lebih dikenal dengan nama Jamsaren. Pondok pesantren yang dirikannya kemudian diberi nama Jamsaren.
"Ini merupakan pondok pesantren yang tertua di Jawa yang hingga kini masih aktif. Pondok ini didirkan sekitar tahun 1750," kata Penanggung Jawab Sekretariat Pondok Pesantren Jamsaren, Suntoro, Rabu, 17 Juli 2013.
Setelah Kiai Jamsari wafat, kemudian kepemimpinan di pondok pesantren digantikan putranya yang bernama Kiai Jamsari II. Pesantren dan santrinya ikut membantu perang Diponegoro. Setelah Pangeran Diponegoro tertangkap, Kiai Jamsari II beserta para santrinya kemudian menghilang dan meninggalkan pondok pesantren Jamsaren. Tidak diketahui keberadaanya hingga ajal tiba.
Setelah 50 tahun lebih tak difungsikan, pondok pesantren Jamsaren kemudian dibuka lagi oleh seorang ulama dari Klaten, KH Idris yang merupakan keturunan dari Imam Rozi, bekas pengikut Pangeran Diponegero. Dia kembali mengembangkan ajaran Islam di daerah Surakarta.
Di masa kepemimpinan KH Idris, pondok pesantren Jamsaren mencapai puncak kejayaannya. Dari semula jumlah santrinya hanya ratusan orang berkembang menjadi ribuan. Selain mengurus pondok pesantren, KH Idris juga menjadi wedana guru di Madrasah Mambaul Ulum, milik Keraton Kasunanan Surakarta yang didirikan oleh Pakubuwono X.
Selanjutnya, setelah KH Idris wafat pada tahun 1923, pondok pesantren itu masih tetap menjadi rujukan bagi para orangtua untuk mengirimkan anaknya belajar mengaji di pesantren tersebut. Bahkan, pondok tersebut telah melahirkan sejumlah tokoh nasional, seperti KH Zarkasy (pendiri Ponpes Gontor), Munawid Sadzali (mantan Menag), Amien Rais (Mantan Ketua MPR), Miftah Farid dan tokoh lainnya.
Tokoh ulama yang terakhir memimpin pondok pesantren tersebut adalah KH Ali Darokah. Setelah beliau wafat pada tahun 1997, selanjutnya kepemimpinan Pondok Pesantren Jamsaren dikelola oleh pengurus Yayasa pondok dan pengurus harian pondok. Saat ini lurah atau ketua pengurus harian Pondok Pesantren Jamsaren dipegang oleh Mufti Addin.s
"Kegiatan para santri di pondok ini akan dimulai pada sore hari hingga malam hari. Sedangkan pada siang hari, para santri akan bersekolah," katanya.
Di komplek pesantren tersebut selain Madrasah Aliyah juga terdapat taman Kanak-kanak, sekolah dasar hingga madrasah aliyah. Bangunan madrasah Aliyah Al Islam Jamsaren terdapat di sebelah barat masjid.