Ribuan Warga Lampung Ikuti Tradisi “Belangiran”
Selasa, 2 Juli 2013 - 17:33 WIB
Sumber :
VIVAnews - Ribuan warga memenuhi Kali Akar di Kelurahan Sumur Putri, Kecamatan Teluk Betung Utara, Bandar Lampung, Selasa 2 Juli 2013 siang. Mereka berkumpul untuk mengikuti ritual “Belangiran”, yakni mandi bersuci guna menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Tradisi “Belangiran” ini merupakan tradisi turun temurun bagi warga Lampung, untuk menyucikan diri menjelang Ramadan yang masih dibudayakan agar tidak punah.
"Tradisi ini merupakan adat Lampung yang bernafaskan Islam. Selain itu juga dapat menjadi aset Lampung sebagai salah satu tradisi penarik wisatawan,” ungkap Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, Selasa, 2 Juli 2013.
Baca Juga :
Tradisi “Belangiran” ini merupakan tradisi turun temurun bagi warga Lampung, untuk menyucikan diri menjelang Ramadan yang masih dibudayakan agar tidak punah.
"Tradisi ini merupakan adat Lampung yang bernafaskan Islam. Selain itu juga dapat menjadi aset Lampung sebagai salah satu tradisi penarik wisatawan,” ungkap Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, Selasa, 2 Juli 2013.
Menurut Sjachroedin ZP, makna dari tradisi ini adalah menyucikan diri untuk menyambut bulan suci Ramadan. Tidak hanya fisik tapi juga lebih berorientasi kepada menyucikan hati dari rasa iri, dengki, benci dan sombong.
"Juga rasa dendam pada seseorang," katanya.
Tradisi ini dapat dimaknai beragam, karena mandi secara bersama-sama ini merupakan bentuk rasa syukur menyambut kedatangan bulan Ramadan, sekaligus dalam rangka melestarikan budaya.
Pada acara ini, juga dibagikan sembako, penaburan benih ikan, ayam, dan dimeriahkan pula dengan “sekura cakak pesta” (bahasa Lampung sekura naik pohon pinang), sebagai wujud kepedulian pemerintah kepada masyarakat.
"Saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang antusias, semoga ibadah puasa kita diridhoi Allah SWT," kata Sjachroedin.
Tradisi mandi “Belangiran” sebenarnya dilakukan juga di beberapa daerah di Indonesia, namun dengan nama yang berbeda-beda. Bagi masyarakat di Jawa menyebutnya dengan “padasan”, orang Minang menyebutnya “mandi balimau”, dan mungkin nama yang berbeda di daerah lain.