Kronologi Kasus Kilang Donggi Senoro

Receiving terminal LNG
Sumber :

VIVAnews – Keputusan Pengadilan Jakarta Pusat yang memperkuat putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha soal perkara proyek pembangunan kilang gas alam cair (LNG) Donggi Senoro bisa mengganggu iklim investasi migas nasional. Keputusan KPPU dan PN Jakpus dinilai tidak didasari atas bukti yang kuat terhadap dugaan persekongkolan tender.

Juru bicara Pertamina Mochamad Harun kepada VIVAnews, Senin malam, 13 Februari 2012, mengatakan, selama ini keputusan KPPU terkait persekongkolan tender sebagian besar menggunakan berbagai bukti pendukung, seperti bukti ekonomi, seperti kesamaan format dan susunan dokumen, serta kesamaan harga penawaran.

Bukti lainnya, kesamaan kesalahan pengetikan dokumen, kesamaan kepemilikan saham, adanya pertemuan, kesamaan alamat dan kesamaan transaksi, dan pembagian pemenang paket pekerjaan.
 
“Namun, dalam kasus ini tidak terdapat bukti yang menyatakan adanya persekongkolan,” katanya.

Perkara pembangunan kilang LNG Donggi Senoro bermula dari adanya pengaduan PT LNG Energi Utama ke KPPU terhadap Mitsubishi Corp yang dituduhkan telah melakukan persekongkolan dengan Pertamina dan Medco Energi. Kemudian, dengan perkara No 35/KPPU-I/2010 tertanggal 5 Januari 2011, majelis KPPU menyatakan telah terjadi persaingan usaha tidak sehat dalam tender proyek Donggi-Senoro. KPPU pun menghukum sejumlah pihak, seperti Pertamina, Medco, dan Mitsubishi untuk membayar denda yang harus disetor kepada kas negara.

Lantas, Pertamina, Medco, dan Mitsubishi mengajukan banding ke PN Jakpus. Namun, proses banding yang dilakukan ketiga pihak itu ke PN Jakpus berbuntut kekecewaan. Pasalnya, dalam amar putusannya yang dijatuhkan pada 17 November 2011, PN Jakpus dalam perkara No 34/KPPU/2011/PN.Jkt.Pst tertanggal 31 Januari 2011, menolak permohonan keberatan atas putusan KPPU No.35/KPPU-I/2010. Karena itu, Pertamina, Medco, dan Mitsubishi lantas menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Harun mengatakan, pihaknya sangat kecewa atas putusan PN Jakpus yang menolak permohonan keberatan atas putusan KPPU.  Dia menilai, putusan PN Jakpus dikeluarkan tanpa pertimbangan hukum yang memadai dan tidak didasari pemahaman yang baik atas perbedaan mekanisme pemilihan mitra (beauty contest) dengan tender.

“Di dalam pemeriksaan di tingkat kasasi di MA nanti, kami berharap dan berkeyakinan majelis hakim MA pemeriksa perkara ini dapat melihat inti permasalahan ini secara lebih jernih dan tetap bersandar para prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Kami berkeyakinan MA akan mengoreksi ulang putusan KPPU dan PN Jakpus, dengan melihat kesalahan penerapan hukum oleh KPPU dan PN Jakpus,” kata Harun.

Harun menegaskan, tidak ada satu pun fakta hukum yang mendukung pengkualifikasian proses tersebut sebagai tender. Penamaan beauty contest oleh KPPU untuk proses pemilihan mitra, yang kemudian dianggap sebagai bentuk lain dari tender, juga merupakan bukti bahwa sesungguhnya KPPU dan PN Jakpus telah sangat salah dalam melakukan interpretasi terhadap pasal 22 UU No 5/1999.
 
“Anehnya, meskipun kami disangkakan melakukan persekongkolan dengan istilah tender yang salah, kami bersama mitra diminta meneruskan proyek pengembangan kilang LNG Donggi Senoro,” katanya. (adi)