"Promosi Komodo Kok Lewat Yayasan Abal-abal"
- Situs KBRI Swiss
VIVAnews – Di tengah mengalirnya gelombang dukungan masyarakat pada Komodo, kredibilitas penyelenggara kompetisi 7 keajaiban baru dunia, New7Wonders Foundation, malah dipertanyakan. Tak kepalang tanggung, yang menyangsikan adalah pemerintah sendiri.
Adalah Duta Besar RI untuk Swiss, Djoko Susilo, yang melansir pernyataan mengagetkan: New7Wonders adalah yayasan “abal-abal”. Ditelusuri tim Kedutaan selama setahun, alamat surat yayasan ini--yang disebutkan di Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich--ternyata tak valid. Yang paling mendekati adalah: Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8008 Zurich. Tapi di alamat ini staf Djoko tak berhasil menemukan kantor yayasan. Yang mereka dapati adalah Museum Heidi Weber.
"Ini yayasan abal-abal. Kami sudah tongkrongi, bukan cuma 1-2 jam tapi sehari penuh. Tidak juga ditemukan orang-orangnya," kata Djoko saat diwawancarai VIVAnews.com melalui telepon, Selasa 1 November 2011.
Pernyataan Djoko disanggah Ketua Pendukung Pemenangan Komodo Emmy Hafild. Menurut dia, isu Yayasan New7Wonders palsu terlalu mengada-ada. Dia mengibaratkan polemik ini bagai makanan basi yang kembali dihangatkan guna menjegal kemenangan Pulau Komodo. Baca wawancara Emmy di tautan ini.
Bagaimana penyusuran yayasan ini di Zurich, Djoko Susilo yang menjabat sebagai duta besar sejak Maret 2010 ini menjelaskannya panjang lebar. Petikannya:
Penelusuran atas Yayasan New7Wonders ini inisiatif Anda atau perintah dari Jakarta?
Sebelum ramai-ramai ini saya juga sudah curious. Sepertinya ada yang tidak beres dengan urusan Komodo ini. Akhirnya, ada juga tim dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata datang ke sini sekitar bulan April 2010. Tapi, sebelum kedatangan tim itu, saya sudah memeriksa alamat Yayasan.
Apa hasil penelusuran tim Anda di lokasi?
Tidak ada satupun orang di Swiss ini yang mengenal yayasan itu. Saya sudah mengunjungi semua pejabat dan kalangan media di sini, tidak ada yang tahu soal itu. Bahkan, tetangga yang tinggal di dekat alamat yayasan itu juga tidak tahu. Yang ditemukan hanya museum. Pun, museum itu hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus) dan pada jam-jam tertentu saja, sekitar jam 14.00 sampai 17.00.
Mungkin yayasan itu menumpang berkantor di museum?
Ini bukan numpang, tapi memang tidak ada. Alamatnya pun tidak jelas. Orangnya siapa, panitianya siapa? Museumnya saja buka hanya saat musim panas, apalagi kantornya. Kalau UNESCO itu kan jelas, ada semua.
New7Wonders resmi terdaftar sebagai yayasan di Swiss?
Di sini (Swiss) bikin yayasan gampang. Teknisnya pun sangat mudah. Kalau mereka mau mengadakan kegiatan di Internet, itu memang sah-sah saja. Salahnya, Anda yang ikut. Mereka menyelenggarakan acara itu mungkin sebagai bisnis mencari untung dan karena itu menarik biaya. Untung ada Pak Sapta Nirwandar (Wakil Menteri Kebudayaan dan Pariwisata) yang tidak mau membayar yayasan abal-abal itu.
Penelusuran ke alamat yayasan dilakukan berapa lama?
Sejak Maret 2010, begitu menjabat saya langsung action. Jadi, kami sudah satu tahun menyelidiki ini. Tidak ada satupun pejabat Swiss dan media yang tahu. Saya setuju soal pentingnya mempromosikan Komodo, tapi jangan lewat yayasan ini. Ayo kita promosikan Komodo. Di Swiss saya sangat bisa membantu.
Jika benar yayasan ini abal-abal, kenapa banyak sekali negara ikut berpartisipasi?
Menurut saya, negara-negara lain tidak terpancing melakukan kampanye massal. Mereka tidak sampai mengerahkan massa, tidak seperti di Indonesia. Di Zurich sini memang tidak ada, kok. Tetangga juga tidak kenal. tidak ada yang tahu.
Kalau memang meragukan, kenapa pada awalnya Indonesia ikut mendaftar?
Semua berawal dari kecurigaan, khususnya setelah Yayasan meminta uang dalam jumlah besar.
Yang saya sayangkan sekarang, mengapa mengubah cara voting Komodo jadi lewat SMS. Itu bagaimana? Menurut ketentuan, hanya bisa satu kali vote lewat Internet. Kok sekarang bisa berubah jadi SMS? Itu kata siapa? Yang mengubah siapa?
Saya khawatir Bu Emmy (Ketua Pendukung Pemenangan Komodo Emmy Hafild) itu ada kerjasama. Apakah dia sudah bertemu dengan panitia dari Yayasan? Kami yang di Swiss saja sulit bertemu panitia. Kami sudah tongkrongi, bukan satu-dua jam, tapi satu hari penuh. Hasilnya tidak ada, nihil.
Mengapa Anda juga mengecam pemberian vote lewat SMS?
Voting pakai SMS itu patut dipertanyakan. Siapa yang memberi mandat bekerja sama dengan provider di Indonesia? Kok tega-teganya itu? Saya bisa saja menganggap jangan-jangan mereka patut diduga melakukan penipuan. Orang kirim SMS bayar Rp1.000, itu uangnya ke mana?
Biayanya cuma Rp1 per SMS...
Ya, satu rupiahpun ada nilainya. Uangnya sekarang ke mana?
Tadi Anda bilang soal penipuan. Bagaimana maksudnya?
Pernahkah panitia Indonesia bertemu dengan Bernard Weber, Presiden dan pendiri New7Wonders. Kalau sekarang mereka hanya berkomunikasi lewat email, bagaimana coba? Memang betul, dia (Emmy) mengatakan sekarang sudah zaman modern, kantor itu bisa di mana-mana. Tapi, kan tetap ganjil.
Bagaimana dengan Pak Jusuf Kalla, duta kampanye Komodo?
Pak JK itu kan karena saking semangatnya. Saya yakin Pak JK tidak mengetahui duduk masalahnya. Apalagi, dengan perubahan mekanisme voting dari semula di Internet yang tiba-tiba menjadi menggunakan SMS.
Bersama JK, Presiden SBY sendiri telah mengkampanyekan Komodo di Lombok.
Saya kira… itu karena mereka sangat bersemangat untuk mempromosikan Komodo. Ini jelas ada yang salah. Promosi Komodo kok lewat “yayasan kaleng” begitu.
Apa jalur promosi lain di luar Yayasan New7wonders?
UNESCO. Mereka sendiri sudah menyatakan bahwa Taman Nasional Komodo ini warisan dunia. Kenapa tidak lewat UNESCO? Lebih konkret. Semua orang mengakui UNESCO. (kd)