Pakar: Reaktor Nuklir Itu Mahal dan Berisiko

Reaktor Nuklir di AS
Sumber :
  • AP Photo

VIVAnews - Indonesia sebaiknya tidak perlu lagi memikirkan cara membangun reaktor nuklir sebagai sumber energi alternatif. Masalahnya, walau bisa menghasilkan sumber energi yang cukup besar, pengelolaan reaktor nuklir membutuhkan biaya yang sangat mahal dan berisiko merusak lingkungan dan mengancam keselamatan mahluk hidup.

Demikian menurut pakar energi dari Amerika Serikat (AS), Janice Hamrin. "Saya tidak mau menyarankan Indonesia untuk ikut-ikutan negara-negara lain dalam membangun reaktor nuklir sebagai sumber energi," kata Hamrin dalam diskusi terbatas dengan perwakilan dua media massa,  termasuk VIVAnews, di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Selasa 28 September 2010.
 
Wacana pembangunan reaktor nuklir ini sempat mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat beberapa waktu lalu. Pemerintah akhirnya mengendapkan wacana itu setelah mempertimbangkan bahwa membangun pembangkit listrik tenaga nuklir membutuhkan biaya yang besar dan juga mendapat penolakan di kalangan banyak masyarakat.

Hamrin pun menyarankan agar pemerintah dan publik di Indonesia sebaiknya memikirkan cara membangun fasilitas energi terbarui ketimbang meneruskan wacana pembangunan reaktor nuklir. "Saya sudah berkecimpung di bidang energi listrik selama 35 tahun, maka saya tahu betapa mahal dan berisikonya reaktor nuklir sebagai sumber energi," tutur Hamrin, yang mengunjungi Surabaya, Pasuruan, Depok, Jakarta, Bogor, dan Bandung selama 19 September - 1 Oktober 2010.

Menurut Kepala Eksekutif Korporat lembaga konsultan energi HMW International itu, membangun suatu reaktor nuklir itu tiga sampai empat kali lipat lebih mahal ketimbang membangun fasilitas pengolahan sumber energi terbarui - misalnya geothermal dan tenaga surya.

"Biayanya sangat mahal. Perlu ada teknologi khusus untuk mengolah uranium sebagai bahan energi. Selain itu, reaktor nuklir paling lama bertahan antara 25 - 30 tahun dan setelah itu harus ditutup dan wilayah di sekitarnya juga turut diisolasi karena berisiko tercemar radioaktif," kata Hamrin.

"Setelah itu, perlu dipikirkan bagaimana membuang limbah nuklir ke tempat yang sangat jauh, karena tidak mungkin melemparnya di dekat habitat mahluk hidup," lanjut Hamrin.

Menurut dia, ambisi sejumlah negara untuk membangun reaktor nuklir pada dasarnya hanya untuk mencari gengsi, supaya menimbulkan kesan macho. "Mereka ingin masuk ke dalam klab nuklir, ingin mencari prestise. Bila berhasil membangun fasilitas nuklir, negara yang bersangkutan dipandang termasuk negara yang macho," kata Hamrin.

Padahal, menurut Hamrin, risiko membangun reaktor nuklir itu sangat besar. Bila terjadi kebocoran radioaktif, maka akan membahayakan kehidupan mahluk hidup. (hs)