Setelah AS dan Inggris, Giliran Rusia Kewalahan Hadapi Virus Corona
Akhir Maret lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pandemi COVID-19 di negaranya bisa dikendalikan. Dengan gayanya yang selama ini dikenal "macho", Presiden Putin mengajak warga Rusia untuk mematuhi "social distancing", sambil menegaskan jika pemerintah Rusia telah "berhasil menguasai penyebaran penyakit tersebut".
Kini di pertengahan bulan Mei, Rusia menjadi negara kedua di dunia dengan jumlah penularan virus corona tertinggi setelah Amerika Serikat. Selama sepekan terakhir, paling sedikit 10 ribu kasus dilaporkan setiap hari, dengan jumlah keseluruhan sekarang sudah mencapai 250 ribu orang.
Rusia Kewalahan Tangani COVID-19:
- Peningkatan jumlah yang positif menyebabkan Rusia memiliki kasus kedua terbesar di dunia
- Di masa awal pandemi, Moskow mengirimkan tenaga medis, ventilator dan APD ke Italia
- Penyelidikan Reuters menemukan penyebab kebakaran di rumah sakit karena ventilator yang sudah tua
Di Ibu kota Moskow, yang merupakan pusat penyebaran, walikota setempat mengatakan jumlah kasus sebenarnya mungkin melebihi 300 ribu.
Jumlah kematian dilaporkan sejauh ini hanya 2.305, meski membuat beberapa kalangan mempertanyakan angka tersebut, karena angka kematian di Moskow saja selama bulan April sepertinya sudah naik hampir 20 persen..
Kalangan yang dekat dengan Presiden Putin sudah ada yang terkena COVID-19.
Juru bicara Presiden Putin masuk rumah sakit hari Selasa kemarin, menjadikannya sebagai pejabat keenam di Kremlin yang sudah positif, setelah sebelumnya Perdana Menteri Mikhail Mishutin menjalani perawatan di rumah sakit selama beberapa minggu.
Selain itu, Rusia juga memiliki jumlah penduduk lanjut usia yang besar dan sistem layanan kesehatan yang belum memadai di beberapa bagian.
Namun Presiden Putin sudah mengumumkan beberapa kawasan sudah memperbolehkan pekerjanya untuk kembali ke kantor dan tempat kerja.
Artinya mungkin akan terjadi peningkatan kematian dalam jumlah besar, selain berlanjutnya masalah ekonomi, membuat masa pandemi virus corona menjadi tantangan terbesar bagi kekuasaan Putin selama 20 tahun terakhir.
Dr Kirill Nourzhanov, pengamat masalah Rusia di Australian National University, mengatakan Rusia bisa digolongkan sebagai "pandemi yang tiba terlambat".
"Pendapat di Rusia terbelah mengenai bagaimana tindakan pemerintah dalam mengatasi pandemi."
"Negara tidak memedulikan petugas kesehatan"
Ketika Italia mencatat kematian ribuan orang, Rusia begitu yakin akan terhindar dari situasi yang sama, dengan mengirimkan bantuan peralatan besar-besaran ke Bergamo.
Pengiriman tersebut disebut seperti salah satu film James Bond "From Russia With Love", dimana ibukota Moskow mengirimkan tenaga medis, ventilator atau alat bantu pernafasan, serta APD ke kawasan di Italia Utara tersebut.
Tidak lama setelah itu, harian Italia "La Stampa" mengutip beberapa dokter yang mengatakan sebagian peralatan tidak berguna dan pengiriman itu hanyalah untuk menarik perhatian media.
Sekarang penyelidikan sedang dilakukan untuk melihat apakah banyak peralatan buatan Rusia yang tidak efektif juga digunakan di rumah sakit di sana dalam memerangi COVID-19.
Sebelumnya dilaporkan lima orang tewas dalam kebakaran di rumah sakit di kota St Petersburg, hari Selasa.
Penyelidikan yang dilakukan kantor berita Reuters menemukan kebanyakan ventilator di berbagai rumah sakit di Rusia dibuat di tahun 1990-an dan mungkin sudah tidak lagi efektif untuk digunakan.
Namun masalahnya bukan pada keterbatasan ventilator saja.
Salah seorang dokter Rusia Anastasiya Vasilyeva ditahan bersama sejawatnya ketika dia mengirimkan APD ke rumah sakit di Okulovka, di Rusia Barat.
Dia sejak itu berulang kali membuat pesan di Twitter mengatakan dokter dan perawat yang meninggal karena COVID-19 dan menuduh para pejabat menolak memberikan keterangan mengenai penyebab dari kematian mereka sebenarnya.
"Negara sama sekali tidak memedulikan mereka, pihak rumah sakit juga berbohong," kata tulis Anastasiya.
Pengamat politik di Australia, Dr Nourzhanov mengatakan media Barat yang menuduh Rusia sengaja menurunkan angka kematian, telah dianggap sebagai "berita bohong" atau "fake news" oleh Rusia.
Stephen Fortescue, pakar masalah politik Rusia dari University of New South Wales mengatakan kecil kemungkinan Rusia sengaja mengecilkan angka kematian di sana.
"Susah sekali menyembunyikan mayat orang," katanya, "juga mungkin lebih berbahaya bagi kepopuleran Putin, jika dia ketahuan berbohong. Inilah hal yang dulu membuat runtuhnya Uni Soviet."
Kremlin dipaksa membantah rumor keberadaan Putin
Setelah terlibat kontak dengan seorang dokter yang kemudian positif terkena virus corona, Presiden Putin berdiam di rumahnya di pinggiran kota Moskow dan jarang terlihat di depan umum.
Kremlin membantah jika Putin bekerja "di bunker bawah tanah" menunggu pandemi berlalu.
Dr Nourzhanov yakin banyak warga Rusia merasa Presiden Putin tampak tidak perduli dengan keadaan yang ada.
Minggu ini, dalam pidato yang sudah direkam sebelumnya, Presiden Putin mengumumkan "masa tidak bekerja" di Rusia akan berakhir, yang artinya bisnis boleh dibuka kembali.
Namun bagi banyak warga, pengumuman ini dianggap terlalu cepat, saat Rusia masih mencatat 11 ribu kasus baru.
Menurut lembaga jajak pendapat independent "Levada Center", tingkat popularitas Presiden Putin berada di titik terendah dalam 20 tahun terakhir di saat situasi pandemi saat ini.
Akibat krisis virus corona rencana Presiden Putin untuk mengadakan referendum juga ditunda, tadainya referendum tersebut akan memberinya kuasa sampai tahun 2036.
Tekanan terhadap Presiden sudah meningkat dengan angka pengangguran mencapai 1,4 juta orang, dengan lebih dari 300 ribu warga Rusia menandatangani petisi mendesak pemerintah menghentikan pajak bagi bisnis kecil dan menengah.
Menurut Dr Kirill Nourzhanov dari ANU, pertanyaan sekarang apakah pemerintah bisa menyelesaikan masalah ekonomi, karena pada akhirnya "Kremlin akan kehabisan dana".
Politisi oposisi, Dmitry Gudkov mengatakan Presiden Putin sengaja menyerahkan keputusan kepada gubernur regional agar pemerintah pusat tidak banyak disalahkan.
"Dengan orang-orang ini berkuasa, tidak ada yang berubah," katanya.
"Semuanya akan tetap sama, khususnya jumlah yang sakit yang terus meningkat."
Tetapi Presiden Putin tetap bertekad kuat menyatakan negerinya bisa kembali bekerja normal dan memastikan penyebaran COVID-19 bisa diperlambat.
"Kita tidak boleh kalah, sehingga terjadi gelombang baru pandemi." katanya.
Simak juga: VIVAnews Pantau Corona