Genjot Investasi Pasca Corona, Kepala Bappenas: DNI Bisa Di-Nolkan

Presiden Joko Widodo dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Sumber :
  • Dok. Kementerian PPN/Bappenas

VIVA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfo berencana menghilangkan Daftar Negatif Investasi (DNI) di Indonesia. Tujuannya, untuk menggenjot arus investasi saat pemulihan ekonomi pasca wabah virus corona (Covid-19).

Berdasarkan definisi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), DNI merupakan daftar sektor bisnis yang disusun pemerintah sebagai informasi bagi para calon investor tentang bisnis yang tidak diperbolehkan di Indonesia dan berbagai aturannya, terutama mengenai kepemilikan bersama. Itu untuk melindungi ekonomi Indonesia.

Menurut Suharso, dihapuskannya DNI secara keseluruhan tersebut memang harus diiringi dengan upaya dari pemerintah nantinya untuk melindungi usaha dalam negeri. Sebab, jika semua usaha diperbolehkan dimiliki atau dibangun oleh perusahaan negara lain, maka tidak ada yang tersisa bagi rakyat.

"Kita mengurangi, bahkan kalau bisa me-nolkan negatif list, tapi tetap melindungi usaha-usaha dalam negeri dan tentu enggak lupa dan penting adalah ketahanan pangan," kata dia saat rapat koordinasi pembangunan pusat, Selasa, 12 Mei 2020.

Baca juga: Muncul Barisan Baru Kemiskinan di RI, Bappenas Siapkan Relaksasi PSBB

Suharso menekankan, kebijakan itu penting karena untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca Covid-19 bertumpu pada kehadiran investasi, khususnya untuk menciptakan lapangan kerja bagi para pekerja yang terdampak dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.

"Ini suara Kadin mencatat sudah sekitar 6 juta, Kementerian Ketenagakerjaan catat 1,7 juta yang di PHK, Bappenas hitung 2-3,7 juta. Bersama dengan itu memunculkan barisan baru kemiskinan baru, ini yang diakibatkan orang kehilangan lapangan kerja," tegas dia.

Berdasar catatannya, akibat wabah virus tersebut, tambahan pengangguran pada 2020 akan bisa menyentuh angka 4,22 juta dibandingkan dengan 2019. Sementara itu, jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 2 juta pada akhir 2020 dibanding September 2019.

"Karena itu jadi penting investasi kita pulihkan terutama padat karya, pariwisata karena kita tahu persis mereka yang mengalami keterpurukan luar biasa padahal pergerakannya cukup luar biasa besar dan kemudian industri dan perdagangan khususnya manufaktur," ucap Suharso.