Dapatkah Plasma Darah jadi Pengobatan Sementara Pasien Virus Corona?
Para peneliti di sejumlah negara mulai menguji coba plasma darah penyintas Covid-19 untuk mengobati pasien yang masih menderita penyakit itu.
Di Inggris, NHS Blood and Transplant (NHSBT) meminta orang-orang yang sembuh dari Covid-19 untuk menyumbangkan darah sehingga lembaga kesehatan itu bisa menguji coba terapi tersebut.
Harapannya, antibodi dalam plasma darah para penyintas bisa membantu melawan virus di tubuh orang yang sakit.
AS telah memulai proyek besar-besaran untuk meneliti ini, melibatkan lebih dari 1.500 rumah sakit.
Di Indonesia, Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto dilaporkan baru saja memulai penelitian.
Ketika seseorang terjangkit Covid-19, sistem kekebalan tubuh mereka merespons dengan menciptakan antibodi, yang menyerang si virus.
Lama-kelamaan antibodi ini terkumpul dan bisa ditemukan di plasma, komponen cairan darah.
NHSBT kini mendekati pasien yang telah sembuh dari Covid-19 untuk mencari tahu jika plasma darah mereka bisa diberikan ke orang-orang yang masih sakit karena virus tersebut.
"Kami membayangkan bahwa ini akan terlebih dahulu digunakan dalam uji coba sebagai salah satu kemungkinan pengobatan untuk Covid-19," kata lembaga itu dalam sebuah pernyataan.
"Jika disetujui secara penuh, uji coba itu akan menyelidiki apakah transfusi plasma dari orang yang sembuh dapat meningkatkan kecepatan pemulihan pasien Covid-19 dan peluangnya untuk bertahan hidup."
Beberapa kelompok penelitian di Inggris juga meneliti penggunaan plasma darah. University Hospital of Wales (UHW) di Cardiff pekan ini mengumumkan bahwa mereka ingin menguji coba teknologinya.
Profesor Sir Robert Lechler, presiden Akademi Ilmu Kedokteran dan direktur eksekutif King"s Health Partners, yang terdiri dari King"s College London dan tiga rumah sakit besar di London, juga berencana mengadakan uji coba skala kecil.
Ia ingin menggunakan plasma untuk pasien yang sakit parah dan tidak punya pilihan pengobatan lain, sementara uji coba skala nasional masih berlangsung.
Sementara itu di AS, para ilmuwan menyelenggarakan proyek nasional hanya dalam tiga pekan, dan sekitar 600 pasien telah menerima pengobatan. Ikhtiar ini dipimpin Profesor Michael Joyner, dari Mayo Clinic.
"Hal yang kami pelajari dalam pekan pertama penelitian ialah tidak ada masalah keamanan besar yang muncul dan pemberian produk (plasma) tampaknya tidak menyebabkan banyak efek samping yang tak terduga," kata Joyner.
"Ada sejumlah laporan anekdotal (berdasarkan pengalaman pribadi -red.) tentang peningkatan oksigenasi dan perkembangan baik lainnya pada pasien. Laporan-laporan itu memang menggembirakan, tapi mereka perlu dievaluasi secara ketat."
Ia menyebut terapi itu "kasar dan siap".
"Ada banyak yang tidak kami mengerti tentang plasma. Kami akan banyak belajar tentang kandungan dalam plasma, komponen, level antibodi, dan faktor-faktor lainnya dalam beberapa pekan ke depan.
"Tapi terkadang, sebagai dokter, Anda harus mencoba menendang ke arah gawang ketika ada kesempatan."
Di Indonesia, penelitian tentang plasma darah sebagai kemungkinan obat untuk pasien Covid-19 tengah berlangsung di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Dalam penelitian ini pihak rumah sakit bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Biologi Molekuler Eijkman dan Biofarma.
Sebuah kiriman di laman Facebook resmi TNI-AD menyebut RSPAD Gatot Soebroto telah menyelesaikan protokol penelitian, termasuk etika dalam mengambil sampel dari pasien-pasien yang pernah terpapar Covid-19.
"Kode etik dan protokol harus diikuti. Persetujuan dari pasien yang akan sukarela menjadi objek percobaan juga harus diperhatikan. Tidak boleh ada tekanan. Sehingga tidak ada masalah di kemudian hari," kata kepala staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Andika Perkasa.
>
Bagaimana pendekatan ini membantu dalam pandemi-pandemi sebelumnya?
Memanfaatkan darah pasien yang pulih bukan ide baru dalam dunia kedokteran. Cara ini digunakan lebih dari 100 tahun yang lalu saat epidemi Flu Spanyol, dan yang lebih baru saat wabah Ebola dan Sars.
Sejauh ini, hanya baru ada segelintir studi yang meneliti kemanjurannya, dan masih perlu dilakukan banyak penelitian untuk melihat seberapa efektif cara ini untuk Covid-19.
Namun di AS, para peneliti mengatakan mereka tidak kekurangan orang yang ingin membantu.
Bruce Sachais, kepala petugas medis di Pusat Darah New York, mengatakan: "Orang-orang luar biasa. Mereka terus datang berbondong-bondong.
"Kami kedatangan ratusan donor dan telah mengumpulkan lebih dari 1000 unit. Sungguh menghangatkan hati melihat bahwa bagi orang-orang yang telah melalui infeksi, dengan berbagai tingkat keparahan, kepedulian utama mereka adalah "bagaimana saya bisa membantu orang lain?""
Ratri Anindya, salah satu pasien pertama Covid-19 di Indonesia, yang kini telah sembuh, mengatakan telah menyumbangkan darahnya untuk penelitian. Dalam sebuah kiriman di Instagram, ia mengajak sesama "penyintas Covid-19" untuk melakukan hal yang sama.
>Para ilmuwan mengatakan plasma tidak akan serta-merta menjadi "obat tokcer".
Namun selama pilihan kita untuk mengobati Covid-19 begitu terbatas, ia diharapkan bisa membantu sampai vaksin ditemukan.