Subsidi Harga Gas Industri Perlu Ditunda, Penerimaan RI Bisa Tergerus
- VIVA/Dusep Malik
VIVA – Penerapan kebijakan harga gas industri sebesar US$6 per MMBTU di plant gate pada 1 April 2020 lalu menuai kontrovesi. Sebab, kebijakan dilakukan disaat perekonomian Indonesia melambat akibat wabah virus virus corona (Covid-19).
Pengamat Energi Center For Energy Policy, Kholid Syeirazi menilai penetapan harga gas industri tertentu itu membuat penerimaan negara akan tergerus. Karena, insentif harga gas industri tersebut diambil dari hak pemerintah di hulu minyak dan gas.
Untuk itu, dengan situasi ekonomi yang tidak pasti, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bisa di bawah nol persen, sumber pendapatan pemerintah tentu akan semakin terbatas.
Kholid mengatakan apabila kemudian pendapatan pemerintah dari hulu migas juga dipakai untuk memberikan subsidi kepada sektor industri tertentu, maka kantong pemerintah juga akan makin menipis.
"Padahal industri penerima subsidi harga gas itu belum jelas kontribusi ekonominya, baik dari sisi pajak maupun pembukaan lapangan kerja. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi pelaksanaan harga gas subsidi untuk industri tertentu ini," tegas Kholid, dalam keterangannya, Rabu 8 April 2020.
Ia menuturkan dengan kebijakan ini pemerintah diharapkan juga transparan terkait industri penerima subsidi harga gas sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016.
Di mana, Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang terkait langsung dengan penetapan industri tertentu penerima subsidi, harus secara terbuka mengumumkannya ke publik.
"Perusahaan mana saja yang mendapatkan subsidi negara harus dirilis. Jangan sampai subsidi diberikan kepada perusahaan yang tidak jelas rekam jejaknya. Setiap uang negara yang dikeluarkan pemerintah harus jelas pertanggungjawabannya," tegas Kholid.
Sementara itu, dampak corona ke ekonomi Indonesia sudah terpetakan, di mana Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan perubahan outlook dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Untuk itu, Anggota Komisi VII DPR RI Falah Amru meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan Perpres 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi tersebut.
Ia juga menegaskan agar setiap keputusan yang diambil pemerintah dampak ekonomi terukur. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia sedang terancam seperti yang kini terjadi.
“Implementasi Perpres 40/2016 sangat tergantung kepada seberapa besar keuangan negara atau APBN dapat dikurangi penerimaan bagiannya dari hulu,” ujarnya.