Pernyataan Kontroversial Para Pemimpin Dunia Seputar Virus Corona
Pandemi virus corona telah membuat para pemimpin dunia untuk memutar otak berupaya menekan laju penyebaran wabah yang sudah menginfeksi lebih dari satu juta orang dan membunuh lebih dari 50.000 orang di seluruh dunia.
Tetapi beberapa pemimpin dunia telah membuat dahi berkerut karena pernyataannya yang menyepelekan krisis, bahkan menyatakan informasi yang menyesatkan terkaid Covid-19.
Sementara beberapa otoritas telah mengubah pandangan mereka tentang pandemi dalam beberapa minggu belakangan (Presiden AS Donald Trump, misalnya), beberapa pemimpin negara lainnya tetap mempertahankan sikapnya yang membahayakan.
Berikut beberapa pernyataan paling kontroversial.
`Kita tidak buka informasi ke publik karena tidak ingin membuat panik`
Presiden Indonesia Joko Widodo mengakui bahwa ia sengaja tidak membuka informasi tertentu terkait Covid-19 ke publik untuk menghindari kepanikan.
Indonesia baru melaporkan kasus positif pada 2 Maret, tapi per 5 April kasus sudah menembus angka 2.000 (dengan kematian mencapai setidaknya 198) dan Presiden sudah mendeklarasikan darurat nasional pada 31 Maret.
Akademisi di London School of Hygiene memperkirakan angka sebenarnya sudah lebih tinggi dari 34.000.
Awal bulan ini, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo mengatakan bahwa minuman herbal dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap Covid-19.
`Semua ada dalam kendali`
Pada 22 Januari, dua hari setelah virus corona dilaporkan di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump, dalam wawancara CNBC, menyepelekan infeksi Covid-19 di negara tersebut.
Dua bulan kemudian, AS kemudian melaporkan angka kasus tertinggi kedua di dunia - 245.000 kasus per 5 April, menurut Universitas Johns Hopkins.
Sementara angka fatalitas sejauh ini (4.513) tergolong rendah dibanding negara lain seperti Italia dan Spanyol, Trump mengatakan angka kematian di AS mencapai 250.000 orang.
`Hanya seperti flu kecil biasa`
Pengalaman membuat pernyataan kontroversial tidak menghentikan Jair Bolsonaro dari memenangi kursi kepresidenan di Brasil pada 2018.
Namun popularitas Bolsonaro anjlok setelah Covid-19 menembus negaranya, hingga muncul demonstrasi.
Selain menyepelekan risiko, Bolsonaro juga memberi contoh yang buruk dengan beberapa kali tampil di tengah kerumunan bersama simpatisannya. Dia juga tidak sepakat dengan kebijakan `lockdown` yang banyak diambil beberapa gubernur.
Sementara Brasil melaporkan 7.000 kasus pada 1 April, wabah telah menyebar cepat: angka kasus nasional naik dua kali lipat hanya dalam empat hari, menurut angka Kementerian Kesehatan.
`Ketimbang membuat masalah, aku akan menguburmu`
Presiden Filipina Rodrigo Duterte juga sempat menyepelekan Covid-19.
Negara itu memilih kebijakan yang ketat, termasuk `lockdown` dan pemberlakuan jam malam. Setidaknya sempat ada satu demonstrasi warga terkait kekurangan bahan makanan.
Tanggapan Duterte? Ia mengancam untuk menembak pelaku keributan.
"Jangan mengintimidasi pemerintah. Jangan menentang pemerintah. Kamu akan kalah," katanya pada konferensi pers pada 2 April.
Filipina sudah melaporkan lebih dari 2.300 kasus virus corona dan sekitar 100 kematian hingga 2 April.
`Tidak ada virus di sini. Kalian tidak melihatnya beterbangan kan?`
Presiden Belarus menyebabkan dahi berkerut dengan sikapnya terhadap wabah virus corona.
Ia menertawakan pendapat bahwa negaranya harus berupaya menahan penyebaran wabah, karena ia tidak melihat virus tersebut "beterbangan".
Berbicara pada reporter TV dalam sebuah pertandingan hoki es, ia juga mengklaim bahwa pertandingan tersebut baik-baik saja karena suhu yang dingin di dalam stadium akan mencegah penyebaran virus.
Ia menyebut virus tersebut "tidak lebih ketimbang psikosis".
Presiden juga menyarankan sauna dan vodka sebagai upaya memerangi virus, tapi kemudian ia menyebut komentar tersebut "sebuah lelucon".
Belarus, negara dengan penduduk 10 juta kerap disebut sebagai "diktator terakhir di Eropa", telah melaporkan 152 kasus dan satu kematian sejauh ini.
`Jika kalian bisa dan mampu, lanjutkan mengajak keluarga makan di luar - karena itu akan memperkuat ekonomi`
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador telah berulang kali membuat pernyataan yang bertentangan dengan masukan dari pejabat publik mengenai wabah Covid-19.
Selain menyepelekan bahaya virus, ia juga justru melakukan perjalanan dan terlihat di berbagai acara publik: mencium bayi dan menyapa pendukungnya dari dekat.
Meksiko belum melaporkan angka setinggi tetangganya, AS, tapi pakar dari Pan American Health Organization (Paho) memperkirakan kasus serius di negara itu dapat mencapai 700.000.
Pada 30 Maret, Meksiko mengumumkan status darurat kesehatan, tapi tidak memberlakukan `lockdown` - perkumpulan hingga 50 orang masih diperbolehkan.
`Virus corona adalah cara Tuhan menghukum negara yang memberlakukan sanksi terhadap kita`
Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa tidak membuat pernyataan kontroversial mengenai virus corona, tapi ia harus menanggapi kontroversi yang dibuat salah satu anggota kabinetnya, Menteri Pertahanan Oppa Muchinguri, yang mengatakan pandemi ini adalah balas dendam dari Tuhan terhadap negara Barat yang memberlakukan sanksi terhadap negara Afrika tersebut.
"Pandemi seperti ini memiliki penjelasan ilmiah dan tidak mengenal batas wilayah, dan seperti halnya fenomena alami lainnya, kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa," kata Mnangagwa pada 18 Maret.
Zimbabwe baru melaporkan sembilan kasus terkonfirmasi hingga 3 April, tapi ada kekhawatiran jika kenaikan kasus akan semakin mempersulit negara yang sudah menghadapi masalah kemiskinan dan buruknya fasilitas kesehatan.
`Trump - kamu dan orang sepertimu dituduh menyebarkan penyakit, terutama karena mereka yang terjangkit adalah mereka yang menentang Amerika`
Ulama Syiah asal Irak yang sangat berpengaruh, Muqtada Al-Sadr, telah melakukan beberapa hal selain menuduh Presiden AS Donald Trump menyebarkan virus corona di antara musuhnya.
Dalam beberapa minggu terakhir, Al-Sadr menentang upaya otoritas untuk menekan penyebaran virus dan terus melanjutkan doa bersama.
Ia juga menyalahkan "pengesahan pernikahan sesama jenis" sebagai biang penyebaran Covid-19 di seluruh dunia, meski China dan Italia, dua negara yang paling terdampak, belum sepenuhnya mengesahkan perkawinan sesama jenis.
"Salah satu hal paling fatal yang menyebabkan pandemi ini adalah legalisasi pernikahan sesama jenis. Saya menyerukan pada semua pemerintahan untuk membatalkan peraturan tersebut tanpa menunda lagi," katanya melalui unggahan di Twitter.
Pada 1 April, Menteri Kesehatan Irak mengkonfirmasi 695 kasus dan 50 kematian, tapi Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi angka akan terus naik seiring peningkatan jumlah orang yang dites.
`Saya sempat berada di rumah sakit dan saya bersama pasien virus corona dan saya bersalaman dengan semua orang`
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan pada awak media pada 3 Maret jika ia tidak merasa takut bersalaman dengan orang-orang di tengah lonjakan kasus di Inggris Raya - argumennya adalah bahwa mencuci tangan sangatlah penting.
Pernyataan tersebut kemudian dipertegas dengan informasi bahwa ia hanya bersalaman dengan staf medis, bukan pasien, tetapi pernyataannya tetap mengundang kritik.
Johnson dinyatakan positif virus corona pada 27 Maret.