Sekjen PBB: Virus Corona Tantangan Terbesar Sejak Perang Dunia II
Wabah virus corona yang berlangsung saat ini adalah tantangan terbesar bagi dunia sejak Perang Dunia II, kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Pada peluncuran laporan PBB tentang potensi dampak sosioekonomi wabah Covid-19, Gutteres memperingatkan wabah ini bisa menyebabkan resesi "yang mungkin belum pernah terjadi di masa lalu".
Secara terpisah, seorang pejabat PBB pada Selasa (01/04) mengatakan epidemi virus corona di kawasan Asia-Pasifik "jauh dari selesai"
Jumlah kasus terkonfirmasi di seluruh dunia sekarang mendekati 850.000, dengan lebih dari 41.000 kematian.
Angka kematian di AS kini lebih dari 3.600 orang – lebih tinggi daripada di China, tempat wabah dimulai pada akhir tahun lalu.
Lebih dari 181.000 orang di Amerika telah terinfeksi, menurut data yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University.
Sementara itu, Spanyol, salah satu negara yang terdampak paling parah, mencatat 849 kematian dalam 24 jam terakhir — jumlah kematian tertinggi dalam satu hari.
Di Inggris, total 1.789 orang wafat pada 30 Maret – bertambah 381 orang, kata pemerintah Inggris. Di antara para korban adalah seorang bocah lelaki berusia 13 tahun, kata King`s College Hospital Trust di London.
Apa yang dikatakan Guterres?
Berbicara di markas PBB di New York City, Guterres mengatakan: "Penyakit akibat virus corona baru menyerang masyarakat, merenggut nyawa dan mata pencaharian orang-orang.
"Covid-19 adalah ujian terbesar yang kami hadapi bersama sejak pembentukan PBB."
Sang sekjen PBB menyerukan "respons kesehatan cepat yang terkoordinasi untuk menekan penularan dan mengakhiri pandemi".
Guterres mendesak negara-negara industri untuk membantu mereka yang kurang beruntung, atau berpotensi "menghadapi mimpi buruk penyakit yang menyebar seperti kebakaran hutan".
Laporan PBB memperkirakan bahwa hingga 25 juta lapangan kerja bisa hilang di seluruh dunia akibat wabah tersebut.
Lembaga itu juga memproyeksikan "tekanan ke bawah" hingga 40% pada aliran investasi asing langsung global.
`Jauh dari selesai`
Sementara itu, di kawasan Asia-Pasifik, epidemi virus corona masih jauh dari selesai, kata seorang pejabat WHO yang menangani kawasan tersebut.
Takeshi Kasai, direktur regional WHO untuk Pasifik Barat, mengatakan langkah-langkah yang selama ini diterapkan untuk menghambat penyebaran virus hanya mengulur waktu bagi negara-negara untuk mempersiapkan penularan komunitas skala besar.
Meskipun dengan langkah-langkah itu, risiko penularan di wilayah tersebut akan tetap ada selama pandemi berlanjut, ia menambahkan.
"Biar saya jelaskan. Epidemi jauh dari selesai di Asia dan Pasifik. Ini akan menjadi pertempuran jangka panjang, dan kita tidak bisa lengah," ujarnya.
"Kita perlu setiap negara tetap bersiap-siap untuk penularan komunitas skala besar."
Negara-negara dengan sumber daya terbatas menjadi prioritas, misalnya negara-negara di Pulau Pasifik, ujarnya, karena mereka harus mengirim sampel ke negara lain untuk didiagnosis, dan pembatasan perjalanan menjadikannya lebih sulit.
Kasai memperingatkan bahwa negara-negara yang mencatat pengurangan jumlah kasus jangan sampai lengah, atau virus corona bisa kembali lagi.
Merusak ekonomi
Dari sisi ekonomi, krisis akibat pandemi Covid-19 akan menghalangi hampir 24 juta orang bebas dari kemiskinan di Asia Timur dan Pasifik, menurut Bank Dunia.
Dalam laporan terbaru, Bank Dunia mengatakan "kerusakan ekonomi yang signifikan tampaknya tidak bisa dihindari di semua negara" seraya memperingatkan akan "risiko yang jauh lebih besar" bagi rumah tangga yang bergantung pada industri yang secara khusus rentan pada dampak virus.
Ini meliputi industri pariwisata di Thailand dan pulau-pulau di Pasifik, serta manufaktur di Vietnam dan Kamboja.
Dalam skenario terburuk, Bank Dunia memprediksi hampir 35 juta orang akan tetap berada di bawah garis kemiskinan, termasuk 25 juta orang dari China. Bank mendefinisikan garis kemiskinan sebagai penghasilan US$5,50 (sekitar Rp89.600) per hari atau kurang.
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan di bagian Asia Timur dan Pasifik yang masih berkembang bakal melambat hingga 2,1?lam skenario minimumnya tahun ini. Ini jauh di bawah perkiraan ekspansi sebesar 5,8% pada 2019.
Bank Dunia mendesak kawasan itu agar mencurahkan anggarannya untuk memperluas layanan kesehatan, menambah pabrik peralatan medis, dan menawarkan subsidi untuk menggaji karyawan yang cuti demi membantu pengendalian wabah dan menyokong kehidupan rumah tangga.