Virus Corona: 3 Tips Menjadi Bahagia Selama Masa Isolasi Diri
Ketika sepertiga populasi dunia hidup dalam karantina atau "lockdown", banyak dari mereka kembali ke sains untuk mendapatkan jawaban tentang bagaimana menjadi bahagia di masa sulit yang akibat pandemi.
Buktinya, pada 26 Maret malam, sekitar 1,3 juta orang telah terdaftar dalam modul daringdi Universitas Yale, Amerika Serikat, yang berjudul "Ilmu Kesejahteraan Hidup".
Modul tentang kebahagiaan mungkin bukan mata pelajaran pertama yang muncul di kepala Anda ketika berpikir untuk belajar tentang sains, namun ternyata saat ini ada keinginan publik yang tak terbantahkan- terutama sejak wabah Covid-19 merebak.
Dari awal Desember hingga 26 Maret, jumlah peserta yang mendaftar dari Amerika Serikat melonjak tajam sampai 295%, menurut Universitas Yale.
Selain Amerika, jumlah siswa terbanyak juga berasal dari Kanada, Inggris dan India. Lusinan negara dan wilayah tempat pelajar berasal mencatat peningkatan pendaftar dua kali lipat dalam rentan waktu yang sama. Bahkan, lembar pendaftaran telah dibaca hingga 13 juta kali.
Profesor Laurie Santos, yang mengajar kursus online dan kelas di tingkat universitas, mengatakan mata pelajaran tentang kebahagiaan sangat populer saat pertama kali ditawarkan ke mahasiswa - menjadi kelas terbesar yang pernah ada dalam sejarah Universitas Yale selama 300 tahun. Hampir seperempat dari seluruh jumlah mahasiswa mengambil mata kuliah tersebut, katanya kepada BBC.
"Besarnya minat mahasiswa itu membuat saya sadar bahwa ada pasar untuk pelajaran itu bagi orang lain di luar kampus," kata Santos. Ketika platform pendidikan online, Coursera, menerbitkan versi digital pada 2018, kursus itu menjadi salah satu kelas yang terbesar.
"Yang sangat gila adalah dalam tiga minggu terakhir - dari Maret 2018 hingga akhir Februari 2020, kami memiliki sekitar 500 ribu pelajar. Tetapi hanya dalam tiga minggu terakhir, jumlahnya meningkat dua kali lipat."
"Kami memiliki 300 ribu [pendaftar] selama akhir pekan," tambahnya, dengan siswa yang berasal dari beragam lapisan masyarakat, dari penyedia layanan kesehatan hingga petugas penjara.
Lonjakan siswa baru mungkin disebabkan oleh naluri manusia untuk mencari solusi dan cara dalam mengatasi masalah di waktu krisis - dan juga berkat waktu ekstra yang dimiliki mereka yang terjebak di dalam ruangan.
"Ini adalah cara untuk mengatasi kesehatan mental Anda, dan melakukannya dengan cara berbasis bukti," kata Santos.
Kiat untuk menjadi bahagia di kondisi sekarang
Ahli ilmu saraf yang Emiliana Simon-Thomas mengajar ilmu kebahagiaan di kursus edX dan telah diikuti oleh lebih dari setengah juta siswa di seluruh dunia, menyampaikan tiga tips utama menjadi bahagia:
1. Kesadaran diri
"Hanya butuh lima menit untuk merasakan sensasi di tubuhmu, sensasi di sekitarmu – benar-benar rasakan di saat kamu masuk dalam, berusaha untuk tidak menyerah pada pandangan konstan ke depan dan ke belakang."
2. Terhubung dengan orang lain
"Menghabiskan waktu secara sengaja berbincang dengan orang lain tentang pengalaman Anda, tentang pengalaman mereka, dan jika Anda bisa, cerita kejadian yang baik. Sulit memang untuk tidak merasa khawatir, namun kamu bisa tanya seseorang - apa yang Anda nikmati hari ini? Apakah dengan mandi pakai air panas? Pembicaraan apa yang menarik dan video apa yang Anda tonton yang benar-benar menyentuh dan menginspirasi?`"
3. Berlatih untuk bersyukur
"Coba untuk menuliskan kejadian-kejadian baik dan siapa yang ada dalam cerita itu. Terkadang mereka bukan pasangan atau tetangga Anda, tetapi seseorang yang tidak Anda kenal, yang mungkin telah memanen buah yang Anda makan. Benar-benar gali ke dalam perasaan kita tentang kemanusiaan saat ini, itu sangat penting dan cara kita untuk mengenali potensi [kita] untuk mengatasi tantangan ini sebagai komunitas."
Jadi, bagaimana cara kerjanya?
Meskipun tampak aneh untuk menggunakan pendekatan ilmiah dalam mencapai kebahagiaan, ternyata proses analisis studinya sangat mudah: para peneliti menyurvei orang-orang yang bahagia dan mempelajari perilaku mereka, lalu menguji apakah mereka yang tidak bahagia dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka dengan melakukan hal yang sama.
Pada dasarnya, banyak pandangan dasar manusia tentang sesuatu yang membuat kita bahagia adalah salah, Santos menjelaskan.
"Kita berpikir kebahagian dan tidak itu berasal dari keadaan seperti jumlah uang yang didapatkan, dan harta benda. Mahasiswa saya berpikir nilai yang tinggi dan sempurna adalah kebahagiaan. Tetapi hasil penelitian menunjukan hal yang berbeda."
Mengajarkan kebahagiaan adalah mengajarkan orang untuk tidak "menggandakan teori-teori buruk".
Dalam pandemi virus corona saat ini, katanya, apa yang mungkin terpikirkan oleh kita adalah apa yang perlu kita beli, katakanlah seperti perabot baru ,untuk merasa bahagia - dan ketika itu tidak berhasil, Anda memutuskan untuk membeli barang lain yang lebih baik.
"Kami mengoreksi intuisi orang agar menyadari hal-hal yang benar-benar membuat kehidupan yang baik."
Kemudian, tergantung pada peserta didik untuk mempraktikan hal-hal itu. "Kami mencoba membantu sedikit tentang itu - semua tugas-tugas di kelas mempraktikkan intervensi ini, dan kami tahu itu meningkatkan kebahagian mereka."
Ahli saraf Emiliana Simon-Thomas, Direktur Sains dari The Greater Good Science Center (GGSC) Universitas California Berkeley, mengatakan "Masalah terbesar dalam krisis ini adalah dengan tidak mengetahui kapan krisis ini berakhir."
Sistem saraf manusia dirancang secara evolusioner untuk menemukan pola-pola dalam lingkungan sosial dan menciptakan asosiasi, dia menjelaskan, namun dengan situasi yang berkembang pesat seperti Covid-19, mustahil untuk memenuhi keinginan itu.
Orang-orang dalam situasi sekarang cenderung melihat ke belakang mencari solusi atau merenungkan kemungkinan akan masa depan. Apakah saya akan kembali bekerja? Apakah saya bisa sakit? Bisakah saya membantu keluarga jika mereka sakit?
"Walaupun kedua kemampuan itu sangat adaptif dalam memecahkan masalah yang mendesak atau mengancam secara langsung, mereka sangat berbahaya dalam situasi seperti yang kita hadapi [virus corona] di mana ancamannya ambigu, dan durasinya tidak diketahui."
Pandemik virus corona ini sangat menantang karena biasanya ketika orang mengatasi masalah akan ketidakpastian dan kecemasan, mereka bisa mengunjungi orang tua atau pergi ke pub dengan teman-teman - karena bukan masalah kesehatan fisik.
Jadi seperti apa peningkatan kebahagian dalam kondisi `lockdown`?
"Kabar baiknya adalah ini bukan flu tahun 1918 [flu Spanyol]," kata Prof Santos. "Kami memiliki teknologi yang memungkinkan kami terhubung dengan orang-orang - mungkin tidak dalam kehidupan nyata tetapi dalam waktu nyata. Kami dapat melihat ekspresi, mendengar mereka tertawa, hadir dalam kehidupan orang-orang."
Dia menyarankan agar orang-orang menemukan cara untuk meningkatkan kebahagiaan, seperti panggilan video dengan orang-orang tersayang sambil membuat makan malam, karena interaksi penting seperti itu sering menjadi yang dirindukan dalam isolasi.
Sepanjang krisis global saat ini, orang-orang tetap berkumpul bersama, menemukan cara untuk terhubung meskipun terhambat oleh karantina dan jarak. Video-video warga Italia yang bernyanyi bersama dari balkon mereka masing-masing menjadi viral dalam beberapa minggu terakhir. Lalu, ada juga cerita-cerita tentang para keluarga yang tetap melakukan perayaan walaupun terpisah jarak, dan menjadi berita utama.
"Terdapat berbagai cara dalam membingkai sesuatu bisa sangat kuat memengaruhi emosi kita ketika kita menghadapi krisis ini," tambah Prof Santos.
"Terlepas dari betapa cemasnya perasaan, kita bisa mengendalikan narasinya dan membingkai krisis ini - kita bisa berpikir situasi sekarang sangat menyedihkan atau kita bisa menjadikan itu sebagai tantangan yang dihadapi oleh keluarga secara bersama-sama."