Spekulasi di Balik Pengunduran Diri Mahathir Mohamad
- bbc
Mundurnya Mahathir Mohamad dari kursi perdana menteri menimbulkan spekulasi dari pengamat politik; ada yang menyebut untuk menghindari janji politik dan ada pula yang mengatakan pemimpin tertua di dunia ini kecewa terhadap partainya sendiri.
Pengamat politik dari Universiti Kebangsaan Malaysia, Ahmad Nidzamuddin menilai Mahathir mundur untuk menghindari janji memberikan jabatan itu kepada Anwar Ibrahim, langkah yang ia sebut sebagai "satu susunan strategi yang begitu cakap (efektif)".
"Diadakan semacam lakonan meletakkan jabatan dan sebagainya dengan ini sokongan kepada beliau pandangan orang ramai, meminta beliau meneruskan lagi sebagai perdana menteri jadi ini satu macam legitimasi baru," katanya.
Sebelum mundur dari jabatan, kata Ahmad, partai Mahathir, Bersatu, dikabarkan akan membentuk koalisi baru.
Koalisi yang disebut-sebut bernama Pakatan Nasional ini bakal didukung kubu oposisi Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS).
Langkah ini diperkirakan akan membuat koalisi berkuasa Pakatan Harapan bubar dan membatalkan kesepakatan transisi kekuasaan dari Mahathir kepada presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR), Anwar Ibrahim.
Pakatan Harapan telah sepakat terkait peralihan jabatan perdana menteri dari Mahathir kepada Anwar pada Mei 2020 mendatang. Namun peralihan ini menjadi tarik ulur politik yang berlangsung hingga saat ini.
Tetapi dalam satu kesempatan, Anwar Ibrahim mengatakan Mahathir tidak terlibat dalam rencana membuat koalisi baru.
Anwar mengatakan nama Mahathir telah dicatut terkait dengan wacana koalisi baru.
"Menurut saya, itu bukan dia karena namanya telah digunakan. Mereka yang berada di dalam partai saya dan di luar telah menggunakan namanya."
"Dia mengulangi perkatannya kepada saya sebelumnya, dia tidak mengambil peran di dalamnya," kata Anwar usai menemui Mahathir, kepada media di Malaysia pada pertengahan Februari lalu.
Saat pemilu 2018 berlangsung, PKR bersama koalisi partainya cukup mendapatkan pundi besar.
Semestinya saat itu istri Anwar bisa mendapatkan kursi perdana menteri, kata Ahmad.
Akan tetapi, saat itu sikap Anwar memberikan Mahathir kursi perdana menteri karena "menghormati sebagai bekas perdana menteri dan orang tua yang dihormati".
Dalam satu perjanjian, Mahathir menyerahkan jabatan perdana menteri kepada Anwar setelah dua tahun menjabat.
"Tapi dengan perkembangan akhir-akhir ini nampaknya sudah berubah. Jadi itu yang membuat orang boleh memikirkan dia adalah satu usul memperdayakan janji awal dahulu," tambah Ahmad.
Spekulasi Barisan Nasional di balik gejolak politik di Malaysia
Sementara itu pengamat politik lain, Arifin Hassan mengatakan pengunduran diri Mahathir lebih disebabkan kekecewaannya terhadap partainya sendiri, Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu) karena ada tanda-tanda akan merapat ke kelompok oposisi.
"Koalisi dari partai baru ini, yang merupakan Parti Islam Se-Malaysia (PAS), partai UMNO dan beberapa partai yang lain, yang merupakan dahulunya gabungan Barisan Nasional telah merancang dari awal lagi," kata Arifin kepada BBC News Indonesia, Senin (24/02).
Partai Keadilan Sejahtera memakai logo mata yang mengacu pada mata hitam Anwar Ibrahim yang terkena tonjokan saat ia sedang berada dalam tahanan. - AFP
Menurut Arifin, sebagian kader dari partai-partai ini masih bermasalah dengan kasus korupsi, sehingga ada keinginan untuk menjatuhkan pemerintahan baru di bawah Mahathir.
"Jadi mereka ini membuat strategi multidimensi untuk menjatuhkan kerajaan (pemerintahan) yang baru ini," lanjutnya.
Seberapa besar peluang Anwar Ibrahim menjadi p erdana m enteri?
Ahmad Nidzamuddin menilai pengunduran diri Mahathir tidak serta merta membawa Anwar ke singgasana perdana menteri.
Ia mengatakan jumlah kursi partai yang menyokong Anwar masih belum cukup untuk mendorongnya menjadi perdana menteri.
"Saat ini dia sudah mendapat partai beliau dengan partai gabungan ada kurang lebih 90 atau kurang 100 (kursi) untuk mendapati amanah (wewenang)," katanya.
Ambisi Anwar untuk duduk di kursi perdana menteri saat ini sangat tergantung dari lobi-lobi politik.
"Tetapi di dalam politik itu, sekalipun desak mendesak, bujuk membujuk, janji menjanji itu sedang kencang nih… Jadi saya rasa macam kita tunggu saja partai mana masuk sebelah mana yang akan menentukan kerajaan (pemerintah) itu," lanjut Ahmad.
Bagaimana peluang pemilu ulang?
Peluang untuk melakukan pemilu ulang masih terbuka apabila parlemen tidak mendapatkan perdana menteri yang baru.
"Kalau gagal membentuk kerajaan (pemerintah), maka ini adalah jalan terakhir," kata Ahmad.
Dalam beberapa hari ke depan dibutuhkan kepastian dari partai politik untuk menentukan sikap.
Dengan pernyataan sikap atau dukungan terhadap calon-calon tertentu ini, maka konstelasi politik Malaysia bisa mereda.
"Bahwa dukungan diberikan kepada sesiapa maka dia akan tetap tergantung seperti ini dan memungkinkan pemilu yang baru apabila dia tidak bisa membentuk satu kerajaan yang mantap," kata Ahmad.
Apa yang terjadi dengan Pakatan Harapan selama dua tahun ini?
Sejak kelompok oposisi di dalam Pakatan Harapan menjadi koalisi berkuasa pada 2018, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Malaysia membaik dengan skor 0 - 100.
Pada 2017 IPK sebesar 47 meningkat menjadi 53 pada 2019.
Ahmad menilai dalam dua tahun terakhir, Pakatan Harapan telah membawa perubahan yang baik. Hal ini terjadi lantaran adanya `pembersihan` anggota-anggota pemerintahan yang melakukan korupsi.
Namun di sisi lain, masalah politik masih terus memanas seiring dengan perjanjian peralihan jabatan perdana menteri dari Mahathir ke Anwar Ibrahim.
"Maksudnya masih ada bersaing dalam meluruskan perjanjian itu," katanya.
" Tidak menghiraukan suara rakyat "
Karl Rafiq Nadzarin, mahasiswa S2 asal Malaysia, menyayangkan langkah pengunduran diri Mahatir yang ia nilai mencerminkan permainan politik ekslusif pemerintah.
"Perkembangan ini, saya rasa, agak sedih, karena seolah-olah permainan politik elit, bermain dan berlawan seolah-olah power grab yang tidak menghiraukan rakyat seadanya.
"Dan saya rasa kami tidak dimasukkan dalam perbualan dan perbincangan dan diskusi itu," ujar Karl kepada wartawan BBC News Indonesia Liza Yosephine melalui sambungan telepon pada Senin (24/02).
Pemilihan umum pada 2018, kata Karl, membawa harapan dengan dipilihnya kembali Mahatir sebagai perdana menteri untuk menjalankan reformasi pada instansi pemerintahan beserta undang-undang, sistem politik yang ada dan juga membersihkan korupsi.
Namun demikian, Karl mengingat sejarah kepemimpinan Mahathir yang ia sebut cukup rumit dan iapun menyatakan rasa skeptis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya.
Ia jelaskan bahwa pada era pertama Mahathir menjabat sebagai perdana menteri, kebijakannya yang dijalankan dan dikembangkan cenderung didasari pendekatan yang mendukung kaum Melayu Bumi Putera, yang merupakan mayoritas warga negara Malaysia.
"Jadi dia telah memberikan banyak privilege , dan apa yang dinamakan `hak istimewa` pada golongan Melayu dan mengesampingkan, atau kurang memerhatikan, kaum-kaum dan suku-suku lain di Malaysia," kata Karl.
"Dan kebanyakan masalah rasisme yang juga sangat institutionalised , sangat berada di dalam policies , undang-undang, sistem dan budaya Malaysia dalam tahun 2020 ini, adalah juga karena legacy Mahathir itu, yang sangat race-based policy -nya," tambahnya.
Tetapi, jelas Karl, pada saat pemilihan dua tahun lalu memang tidak ada pilihan yang lebih baik dan meletakkan harapan kepada Mahathir untuk membenarkan apa yang telah dibuat salah oleh Najib Razak.
"Sekarang ini, sudah dua tahun berjalan dan dia sudah menyampaikan pengunduran diri, saya rasa tanggung jawabnya tidak dilaksanakan sepenuhnya. Mungkin ada perbaikan sedikit-sedikit, tapi secara mayoritas, sistemnya masih serupa dengan dua tahun yang lalu," kata Karl.
Namun demikian, Urmia bin Matsaid, seorang pegawai swasta yang berdomisili di ibu kota Malaysia, berpendapat bahwa langkah Mahathir dibutuhkan untuk menghentikan Anwar Ibrahim dari menduduki posisi sebagai perdana menteri.
Ia setuju jika Mahathir membentuk pemerintah baru.
"Sekarang di sini tolak party [partai] rasis, atau perkauman, seperti halnya Anwar ini, party perkauman dan dimana ia juga terlibat banyak skandal. Kalau Anwar naik jadi PM, parah Malaysia," ujar Urmia melalui sambungan telepon.